• Uncategorized

Akhirnya, Pemerintah Akui Hak Wilayah Masyarakat Hukum Adat

Written by on 9 January 2017

Setelah puluhan tahun melakukan perlawanan, Rainforest Action Network (RAN) merayakan kembalinya lahan masyarakat  adat Pandumaan – Sipituhuta, Sumatera Utara dari perusahaan bubur kertas raksasa Toba Pulp Lestari (TPL). Disamping itu, RAN pun tetap mendorong Presiden Indonesia untuk memenuhi janji mengembalikan 12.7 juta hektar lahan lainnya.

Presiden Indonesia Joko Widodo mengambil langkah mantap untuk menghargai hak masyarakat adat dengan mengumumkan pengembalian 13,000 ha wilayah adat kepada sembilan kelompok masyarakat adat, termasuk masyarakat adat Tanah Batak, Pandumaan – Sipituhuta di Sumatera Utara. Ini pertama kalinya sejak kemerdekaan Indonesia 71 tahun yang lalu, hak wilayah masyarakat adat diakui oleh pemerintah nasional Indonesia.

Presiden Joko Widodo (atau biasa dipanggil Jokowi), mengumumkan penyerahan wilayah adat dalam sebuah upacara yang berlangsung di istana Presiden, dengan dihadiri oleh perwakilan masyarakat adat. Presiden mengakui hak masyarakat atas “tanah adat” atau “wilayah hukum adat” mereka dan memerintahkan Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan untuk menghapus wilayah ini dari izin perkebunan kayu untuk bubur kertas sesuai permintaan masyarakat. Dalam pidatonya, Jokowi juga berkomitmen untuk mengembalikan total 12.7 juta hektar lahan kepada masyarakat lokal dan masyarakat adat. Presiden juga mengakui pentingnya peran masyarakat adat dalam mengelola kelestarian hutan dan lahan mereka.

Ini merupakan peristiwa yang luar biasa untuk masyarakat Pandumaan – Sipituhuta dan ini menjadi pertanda baik bagi perjuangan masyarakat adat untuk hak atas tanah yang sedang terjadi di seluruh Indonesia. Kami memberikan selamat dan merayakan keberhasilan atas perjuangan keras ini,” ujar Brihannala Morgan, Senior Forest Campaigner untuk Rainforest Action Network (RAN).

Rainforest Action Network (RAN) selama beberapa dekade telah melakukan kegiatan advokasi untuk menghormati hak asasi manusia dan pengakuan kepemilikan lahan sebagai komponen penting dari kebijakan pembelian yang bertanggung jawab. Secara spesifik, Kampanye Out of Fashion RAN telah mengangkat riwayat perjuangan masyarakat Pandumaan – Sipituhuta dalam mengorganisir perlawanan terhadap pelanggaran atas tanah adat mereka yang dilakukan oleh Toba Pulp Lestari, afiliasi dari APRIL dan Royal Golden Eagle Group (RGE).

Sebelumnya, Toba Pulp Lestari telah menduduki tanah leluhur Pandumaan – Sipituhuta sebagai bagian dari konsesi mereka selama beberapa dekade dan membuka hutan kemenyan milik masyarakat untuk dialihfungsikan menjadi perkebunan kayu untuk bubur kertas, meskipun masyarakat telah melakukan protes keras hingga mengalami penangkapan. Kegagalan untuk mengakui hak wilayah adat telah diakui oleh Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (KOMNAS HAM) dan organisasi lainnya sebagai penyebab banyaknya konflik yang terjadi di perkebunan kayu untuk bubur kertas di Indonesia.

Ini membesarkan hati kami melihat pemerintah Indonesia mengakui hak masyarakat adat dengan cara seperti ini. Kami melihat ini sebagai langkah awal,” ungkap Morgan. “Seperti yang diakui oleh Presiden Jokowi, masih ada kurang lebih sekitar 13 juta hektar lahan yang harus terus dibagikan kepada masyarakat lokal. Ketika hak masyarakat adat telah diakui dan ditegakkan, mereka akan mendapatkan kepastian untuk membuat keputusan jangka panjang yang diperlukan untuk pengelolaan lestari. Selanjutnya, pengakuan hak-hak adat ini akan membangun landasan bagi komoditas Indonesia seperti bubur kayu, kertas dan serat kain dengan risiko yang lebih rendah di pasar.

Kembalinya lahan masyarakat Pandumaan – Sipituhuta juga disambut oleh LSM hak asasi lokal Kelompok Studi Pengembangan Prakarsa Masyarakat (KSPPM), yang telah bekerja mendampingi masyarakat Pandumaan – Sipituhuta, dan masyarakat lain yang tengah berjuang mendapatkan hak wilayah, selama lebih dari satu dekade. “Kami sangat berterima kasih dan mengapresiasi pemerintah, khususnya Jokowi dan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan, atas penyerahan wilayah adat ini,” ungkap Suryati Simanjuntak, Direktur Eksekutif Kelompok Studi Pengembangan Prakasa Masyarakat (KSPPM). “Namun, perjuangan masyarakat harus terus diperkuat, terutama bagi mereka yang belum menerima hak-hak mereka.pressrelease | ran


Reader's opinions

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *


RPK FM

Education & Infotainment Station

Current track
TITLE
ARTIST

Positive SSL