• Uncategorized

Yuk, Hidup Nyaman Walau Berbeda

Written by on 11 January 2017

Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) Republik Indonesia mendorong semua kalangan, terutama aparatur pemerintah daerah untuk lebih sungguh-sungguh lagi belajar untuk menghormati perbedaan. Seruan ini disampaikan Ketua Komnas HAM RI M. Imdadun Rahmat yang juga pelapor khusus atau Special Rapporteur untuk Kebebasan Beragama dan Berkeyakinan di Indonesia tahun 2016.

“Artinya, kita harus memberi hak hidup, perlakuan yang sama, setara dan adil serta belajar untuk hidup harmonis dan iklas merayakan kenyataan bahwa kita ini berbeda,” kata Imdadun dalam perbincangan di Program “Obsesi” 96,3 RPK FM Jakarta edisi Rabu, 11 Januari 2017.

Imdadun yang baru saja dikukuhkan sebagai Doktor bidang Ilmu Politik menyatakan bahwa sungguh sangat disayangkan melihat fakta pemerintah daerah menjadi pihak yang paling banyak diadukan masyarakat sebagai pelaku pelanggaran kebebasan beragama dan berkeyakinan di Indonesia sepanjang tahun 2016 lalu. Sekadar tahu saja, dijelaskan oleh Imdadun dalam laporannya, Komnas HAM menerima 97 pengaduan pelanggaran hak atas kebebasan beragama dan berkeyakinan pada 2016 lalu (meningkat dari 87 pengaduan pada 2015).

Dari jumlah tersebut, Jawa Barat menjadi daerah dengan jumlah pengaduan tertinggi (21 pengaduan) diikuti DKI Jakarta (19), dan Sulawesi Utara (11). Sementara itu, jenis pelanggaran hak kebebasan beragama dan berkeyakinan yang tertinggi ditempati permasalahan pembatasan/pelarangan dan perusakan tempat ibadah (44 pengaduan), diikuti pembatasan/pelarangan ibadah atau kegiatan keagamaan (19 pengaduan).

Apabila dilihat dari pelaku pelanggaran hak kebebasan beragama dan berkeyakinan, pemerintah daerah (provinsi/kabupaten/kota) adalah pelaku yang paling banyak diadukan (52 pengaduan). “Ini meningkat drastis dari pengaduan 2015 sebanyak 36 pengaduan,” kata Imdadun.

Imdadun menyesalkan fakta ini mengingat menurut dia pemerintah daerah yang seharusnya melaksanakan mandat melindungi hak beragama warga negara justru menjadi pelaku pelanggaran. “Kami lihat masih banyak aparatur pemerintah yang belum benar menempatkan diri sebagai aparatur negara. Idealnya, aparatur negara itu berdiri pada posisi netral, yang menegakkan keadilan, menaungi dan melindungi semua, serta menghormati dan melayani semua warga negara tanpa diskrimanasi dan pilih kasih,” tutur Imdadun.

Secara khusus Imdadun menyoroti pelanggaran serupa yang terjadi di Jakarta. “Jakarta ini barometer. Seharusnya memberi contoh positif bagi daerah lain. Kita berharap Jakarta sebagai miniatur Indonesia memberi contoh bahwa kita bisa hidup saling menghormati. Masyarakat harus belajar sungguh-sungguh untuk hidup menghargai orang yang berbeda.

Imdadun menyatakan khawatir kondisi ini akan semakin berlarut-larut. Dia meminta semua pihak belajar untuk menghormati perbedaan dan mulai hidup bertoleransi. “Dalam penelitian dan penanganan kasus yang dilakukan Komnas HAM bahwa akar dari berbagai pelanggaran kebebasan beragama dan berkeyakinan adalah sikap-sikap intoleransi. Kalau akarnya tidak diselesaikan maka akan menghadapi persoalan yang sama bahkan bisa lebih berat. Kalau tidak diselesaikan akan bertumpuk-tumpuk, terakumulasi dan semakin sulit mengatasinya,” kata Imdadun mengingatkan. (Rik)


Reader's opinions

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *


RPK FM

Education & Infotainment Station

Current track
TITLE
ARTIST

Positive SSL