Cuci Tangan Pakai Sabun di Sekolah, Yuk!

Risiko anak-anak sekolah di Indonesia mengalami gangguan kesehatan masih tinggi karena kebiasaan cuci tangan pakai sabun masih diabaikan. Tak heran, karena sekitar 30 persen sekolah dari tiap-tiap jenjang tidak mempunyai sarana cuci tangan.

Direktur Bina Keluarga Kementerian Kesehatan Eny Gustina dalam temu media jelang peringatan Hari Cuci Tangan Pakai Sabun Sedunia mengatakan imbasnya Indonesia masih turut menjadi penyumbang kasus diare yang mencapai 1,7 miliar kasus diare di seluruh dunia setiap tahun.

“Setiap tahun, kasus diare mencapai 1,7 miliar setiap tahun di seluruh dunia. Padahal, andai cuci tangan pakai sabun dipraktikkan secara konsisten, kasus ini bisa ditekan secara signifikan,” kata Eny.

Untuk itu, Eny mendorong publik semakin peduli dengan gerakan cuci tangan pakai sabun yang telah dikampanyekan sejak 2008 lalu. Dia meyakini dengan gerakan ini akan meningkatkan kesehatan masyarakat, menekan angka kematian balita, dan menjaga kehadiran anak di sekolah.

“Dibutuhkan komitmen setiap sekolah untuk punya sarana cuci tangan pakai sabun karena masih banyak yang belum mendukung gerakan ini,” sesal Eny. Dia menjelaskan cuci tangan pakai sabun dan air bersih mengalir dilakukan pada saat sebelum dan sesudah makan, sesudah melakukan kegiatan, dan sesudah buang air besar/kecil.

Eny mencatat sekitar 24 persen sekolah dasar di Indonesia tidak memiliki jumlah air cukup dan 35 persen sekolah tidak punya sarana cuci tangan. Angka yang tidak jauh berbeda juga ditemui di jenjang sekolah menengah pertama dan atas.

Sekadar tahu saja, cuci tangan pakai sabun merupakan salah satu pilar sanitasi total berbasis masyarakat yang didorong Kementerian Kesehatan selama ini. Di samping perilaku cuci tangan pakai sabun, publik juga didorong untuk menghentikan kebiasaan buang air besar sembarangan dan mengelola sampah di tingkat rumah tangga. (Rikardo)