Terkesan Saling Lepas Tanggung Jawab: Hak-Hak Konsumen Terancam

Written by on 30 November 2017

Berlakunya UU 23/2014 yang diharapkan meningkatkan kepastian perlindungan konsumen sesuai amanat UUPK bagi masyarakat konsumen di daerah, dalam praktiknya malah menimbulkan berbagai kisruh yang terkait dengan kelembagaan, alokasi sumber daya manusia dan pembiayaan.  “Pemerintah pusat dan daerah hendaknya mengubah paradigm lama dari pendekatan sektoral ke multi sektoral dan cross border dalam upaya perlindungan konsumen,” jelas Ardiansyah.

Berlakunya UU 23/2014 tentang Pemerintahan Daerah sebenarnya diharapkan meningkatkan kepastian perlindungan konsumen di daerah.  Namun dalam praktiknya malah menimbulkan berbagai kisruh yang terkait dengan kelembagaan, kewenangan, sumber daya manusia dan pembiayaan.

“Sampai hari ini, masyarakat di daerah masih bingung mengakses keadilan untuk memulihkan hak-hak atas transaksi yang dilakukannya. Masih banyak daerah yang belum menyediakan Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen (BPSK) yang efektif dan berdaya guna menyelesaikan sengketa transaksi”, Tambah Ardiansyah.

Padahal Undang-Undang Perlindungan Konsumen (UUPK pasal 29)  mengamanatkan Pemerintah Pusat & Daerah bertanggung jawab atas pembinaan Penyelenggaraan Perlindungan Konsumen termasuk pengawasan.

Selaras dengan amanat UU tersebut, Sandiaga Uno Wagub DKI dalam pesan tertulisnya menyampaikan bahwaPemerintah DKI telah membentuk dan menetapkan Keanggotaan BPSK. Namun, sebagai prioritas pemerintah provinsi DKI Jakarta harus lebih intensif melakukan sosialisasi tentang hak dan kewajiban konsumen kepada warganya. Kebijakan ini harus menjadi pertimbangan karena Jakarta sebagai pusat perekonomian dan pemerintahan diharapkan akan menjadi barometer untuk pemahaman tentang hak dan kewajiban konsumen serta sekaligus untuk meningkatkan Indek Keberdayaan Konsumen (IKK), di awali di Jakarta”.

UU 23/2014 menyesuaikan beberapa aspek kewenangan, peran, dan fungsi perlindungan konsumen antara  Pemerintah  Pusat,  Pemerintah Provinsi  Dan  Pemerintah Kabupaten/Kota.  BPKN mencermati implementasi UU NO. 23/2014 tentang Pemerintahan Daerah yang mempengaruhi efektivitas dan fungsi perlindungan konsumen di daerah.

  1. Fungsi pengawasan perlindungan konsumen di Daerah menjadi kewenangan dan tanggung jawab pemerintah provinsi (sebelumnya oleh kabupaten/kota) untuk melaksanakan pengawasan barang beredar dan/atau jasa. Saat ini masih banyak terjadi Pemerintah Provinsi yang belum atau enggan mengalokasi sumber daya, termasuk anggaran memadai untuk melaksanakan pengawasan.
  2. Fungsi penyelesaian sengketa konsumen oleh BPSK yang sebelum lahirnya UU NO. 23/2014 diatur dibiayai Kabupaten/Kota, sekarang juga menjadi kewenangan Provinsi. Karena keterbatasan dana Provinsi, banyak BPSK di Kabupaten/Kota terancam keberlanjutannya. Peran BPSK di Kabupaten/Kota diharapkan mempermudah dan memberikan kepastian hukum bagi konsumen untuk menuntut hak-hak perdata  atas transaksi dengan pelaku usaha.  Kondisi ini memperburuk keadaan bagi Konsumen, karena baru sekitar 30 persen dari jumlah Kabupaten/Kota yang ada di Indonesia yang memiliki BPSK. Dan baru 20 provinsi dari 34 Provinsi yang ada menganggarkan biaya operasional BPSK di wilayahnya.
  3. Fungsi Kemetrologian Legal dalam melaksanakan Tera/Tera Ulang dan Pengawasannya juga terancam. Undang – Undang No. 23/2014 mengamanatkan pelaksanaan tera dan tera ulang diserahkan ke Kabupaten/Kota. Yang terjadi adalah lambatnya alokasi sumber daya oleh dinas terkait di Provinsi kepada Kabupaten/Kota.

Dr. Shidarta, S.H., M.Hum, Pakar Hukum Lektor Kepala Universitas Bina Usaha menambahkan, “BPKN perlu aktif ikut membangun kapasitas BPSK di daerah-daerah, BPSK dapat memperluas perannya dengan memanfaatkan informasi dari UPT Metrologi Legal setempat terkait identifikasi dan peta permasalahan, Informasi tersebut digunakan untuk antara lain menangani sengketa konsumen terkait metrologi legal. Jika perlu, pelaporan ke instansi Kepolisian apabila ada indikasi ada tindak pidana:.

 

Perlindungan Konsumen adalah Kepercayaan Pasar

Ardiansyah menegaskan, Pemerintah Daerah yang tertinggal dalam melindungi konsumen akan tertinggal pula dalam membangun ketahanan sosial ekonomi daerahnya. Perlindungan Konsumen menjamin adanya kepastian hukum dan perlindungan bagi konsumen. Rasa terlindung ini mewujudkan rasa percaya diri (Confidence) masyarakat yang konstruktif dalam bertransaksi. Kondisi transaksi dengan percaya diri ini membangun dinamika pasar dan daya beli konsumen efektif, sehingga berkontribusi nyata pada pertumbuhan ekonomi nasional yang berkualitas.

 

Kehadiran Negara Melindungi Konsumen Keniscayaan

Jelas, Perlindungan Konsumen ke depan menyentuh berbagai aspek pengelolaan dan pengaturan. Secara keseluruhan Perlindungan Konsumen bukan lah isu sektoral lagi.  Dalam kondisi seperti ini, pendekatan sektoral dan kewilayahan tiada lagi memadai. Masyarakat Konsumen, dunia usaha dan Pemerintah perlu memahami bahwa ekonomi digital tidak lagi dapat terbendung. Kehadirannya akan mempengaruhi hampir semua aspek kehidupan masyarakat, baik sosial, ekonomi dan ekologi.

Hadir pada workshop menjadi nara sumber yaitu Direktur Otoritas Daerah Bappenas, Ir. R. Aryawan Soetiarso Poetra, Msi,  mengatakan, “dari aturan pendanaan untuk penanganan perlindungan konsumen sudah clear, contoh untuk pendanaan BPSK bisa dibebankan pada APBD provinsi atau Hibah dari Pemerintah Provinsi,” ujarnya. Dia menambahkan Peningkatan PK dapat melalui pemberian tugas pembantuan dari pemprov kepada Pemkab atau Pemkot”.

BPKN memperhatikan dengan seksama bahwa upaya membangun pranata perlindungan konsumen baik di pusat maupun di daerah ini dapat diatasi bila

  1. Adanya kesadaran dan pemahaman bersama, bahwa perlindungan konsumen bukan lagi menjadi isu sektor dan kewilayahan. Perlindungan konsumen menjadi indikator penting ketahanan ekonomi suatu negara.
  2. Pemerintah Pusat harus proaktif mendorong terobosan bagi kebuntuan yang terjadi. Terutama menyangkut kebuntuan di aspek penyelesaian sengketa konsumen yang menyentuh dimensi judisial.
  3. Adanya komitmen kebijakan dan alokasi sumber daya yang berpihak pada perlindungan konsumen dari Pemimpin Daerah. Artinya, harus ada nilai, sikap dan tindak pemerintah daerah untuk hadir dan mendorong perlindungan konsumen yang berkeadilan dan berdaya.

“Perlu terobosan dan komitmen kebijakan, serta politik anggaran yang berpihak,” pungkas Ardiansyah.

Tagged as

Reader's opinions

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *


RPK FM

Education & Infotainment Station

Current track
TITLE
ARTIST

Positive SSL