Hari Bipolar Sedunia: Bipolar, Siapa Takut!

Written by on 3 April 2018

 

Tanggal 30 Maret ditetapkan sebagai Hari Bipolar Sedunia (World Bipolar Day) untuk memperingati Bipolar, salah satu gangguan mental di mana ODB (Orang Dengan Bipolar) dapat merasakan pergantian suasana hati yang ekstrim (Extreme Mood Swing). Bipolar itu sendiri memiliki 2 tipe, Bipolar Tipe 1 dan Bipolar Tipe 2.

Di Indonesia, Hari Bipolar Sedunia diperingati melalui berbagai acara. Bipolar Care Indonesia adalah salah satu organisasi yang ikut serta memperingati Hari Bipolar Sedunia. BCI adalah wadah untuk penderita gangguan bipolar, caregiver, dan siapa saja yang peduli dengan gangguan bipolar. menjadi wadah untuk ODB, caregiver, dan siapa saja yang peduli dengan gangguan bipolar.

Salah satu anggota BCI, Dinihari Suprapto yang merupakan salah satu ODB menceritakan pengalamannya. Ia didiagnosa sebagai ODB sejak remaja. Meskipun episode bipolarnya sering muncul, namun saat ini ia tetap bisa melakukan aktivitas seperti biasa. Dini merupakan seorang jurnalis pada salah satu media ekonomi di Jakarta. Ia mengakui bahwa tetap mengalami kesulitan saat sedang bekerja, namun ia berusaha mendistraksinya dengan berusaha mencari orang terdekat untuk berinteraksi, mendengarkan musik atau minum kopi untuk bisa menaikkan kembali moodnya.

“Pada akhirnya, yang bisa menolong diri kita adalah diri kita sendiri. Oleh karena itu dibutuhkan self control dan pengenalan diri, bagaimana caranya agar kita dapat mengendalikan diri untuk memicu energi positif. Jika kita tahu apa yang menjadi goals dalam hidup kita, ketika menghadapi tantangan maka kita dapat berusaha untuk bangkit kembali,” ujar Dini.

Setiap ODB memiliki cara yang berbeda-beda untuk mendistraksi ketika salah satu episodenya sedang muncul (mania atau depresi). Menurut Dini, saat salah satu episode sedang muncul (terutama mania), lebih baik melampiaskannya dengan kegiatan positif seperti melakukan hobi.

Fase denial pada ODB maupun pada keluarga ODB pasti ada. Memang peran keluarga dan peran lingkungan sosial dapat mempengaruhi keadaan ODB, bagaimana mereka dapat menerima keberadaannya si ODB tersebut. Namun tidak hanya itu, namun ODB sendiri harus bisa menerima keberadaanya, mau untuk menjadi lebih baik, meminum obat-obatan dengan teratur.

“Karena pada akhirnya, bukan bagaimana hidup memperlakukan kita, namun bagaimana kita memperlakukan hidup,” tambah Dini.

(Nadya Joan)


Reader's opinions

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *


RPK FM

Education & Infotainment Station

Current track
TITLE
ARTIST

Positive SSL