Perlukah Imunisasi pada Anak dan Bayi?
Written by rpkfm on 1 June 2016
Imunisasi sebenarnya bukan hal baru bagi masyarakat di Indonesia terlebih di kota besar seperti Jakarta. Namun masih ada orang tua yang ragu untuk memberikan anak mereka imunisasi. Konon hal tersebut dilatarbelakangi kebingungan masyarakat terhadap apa itu imunisasi. Kebingungan yang biasanya muncul adalah berbagai pertanyaan ragu tentang apakah sesungguhnya anak membutuhkan imunisasi?
Pertanyaan keraguan itu pun sebenarnya memang beralasan, terlebih lagi banyak selentingan mitos kontroversi yang beredar di tengah masyarakat terutama mengenai alergi, autis, hingga kejang-kejang setelah anak menerima imunisasi. Hal itu biasanya terjadi karena ada beberapa hal yang seharusnya diketahui orangtua sebelum melakukan imunisasi pada anak, guna menghindari risiko-risiko, seperti yang ada dalam mitos-mitos seputar imunisasi yang beredar.
Pada perkembangan zaman, sudah cukup banyak penyebaran penyakit baru menular dan mematikan di berbagai lingkungan pemukiman. Selain itu juga penyakit-penyakit infeksi yang hingga kini masih menjadi masalah di Indonesia, ditambah lagi dengan gaya hidup sehat masyarakat, yang kebanyakan masih jauh dari gaya hidup bersih. Hal inilah yang harus disadari pada orang tua bahwa imunisasi saat ini adalah imunisasi yang sangat penting bagi anak-anak.
Imunisasi saat ini adalah imunisasi yang berusaha memberi perlindungan bagi anak-anak dari ancaman bahaya penyakit menular. Imunisasi yang meng-imun-kan tubuh anak ini sesungguhnya memberikan vaksinasi yang meningkatkan kekebalan tubuh sekaligud mencegah penularan suatu penyakit. Dan Indonesia mengenal lima jenis imunisasi wajib bagi anak-anak, yaitu adalah imunisasi BCG, imunisasi polio, imunisasi campak, imunisasi DTP, dan imunisasi hepatitis B. Badan Kesehatan Dunia atau World Health Organization menyatakan bahwa kelima jenis vaksin itu wajib, guna mengurangi dampak kecacatan bahkan kematian.
Selain imunisasi wajib, ada pula imunisasi anjuran seperti Pneumokokus atau PCV, Influenza, MMR, Tifoid, Hepatitis A, dan Varisela. Imunisasi bertujuan agar kondisi anak bisa selalu segar dan bugar. Namun bila sebelum anak menjalankan imunisasi harus dipastikan agara si anak tidak ada dalam kondisi panas tinggi, atau sedang mengonsumsi prednison dengan dosis tinggi, atau sedang mendapat obat steroid, baru melakukan transfusi darah atau suntikan dalam 3 bulan terakhir. Kondisi si kecil harus dalam keadaan sehat saat diberikan imunisasi agar antibodinya bisa bekerja baik. Karena imunisasi sesungguhnya memasukan virus, bakteri, atau bagian dari bakteri ke dalam tubuh, yang kemudian membentuk antibodi atau kekebalan bagi tubuh anak.
Bila seorang anak menjalankan proses imunisasi, kerja tubuh si anak akan menjadi berat, bahkan bisa saja pada titik kekebalan tubuh yang jauh dari yang diharapkan. Anak yang menjalankan imunisasi dalam kondisi batuk pilek sedikit atau diare sedikit masih boleh melakukan imunisasi, namun tidak dianjurkan bagi yang berusia bayi. Peran aktif orang tua yang anaknya memiliki kondisi seperti ini harus dominan dalam menginformasikan kondisi tersebut kepada para petugas imunisasi. Hal tersebut juga termasuk pada anak yang pernah mendapat vaksin sebelumnya. Karena setelah mendapat vaksin terdahulu, bisa saja si anak mengalami efek samping, seperti pembengkakan, atau panas tinggi, bahkan juga kejang-kejang.
Sesudah proses pemberian imunisasi setiap vaksin memiliki reaksi berbeda, dan tergantung pada penyimpanan vaksin dan sensitivitas masing-masing tubuh anak. Sebab itu reaksi anak yang mendapat imunisasi berbeda-beda, sekalipun umumnya ada kesamaan. Beberapa reaksi yang biasa timbul pada anak setelah pemberian imunisasi sangat beragam. Yang pertama adalah reaksi setelah pemberian Imunisasi BCG. Setelah berlangsung 4 sampai 6 minggu terhitung dari pemberian imunisasi, pada tempat bekas suntikan akan timbul bisul kecil yang akan pecah dan akan berbentuk seperti koreng.
Reaksi ini normal, hanya saja bila bisul tersebut kian membesar bahkan sampai timbul kelenjar di ketiak atau lipatan paha, sebaiknya segera bawa ke dokter. Dokter yang mengatasi pembengkakan itu, biasanya akan melakukan pengompresan di bekas suntikan dengan cairan antiseptik. Kemudian reaksi yang timbul setelah pemberian imunisasi DPT. Reaksi yang timbul adalah rasa nyeri dan berwarna merah serta membengkak selama satu sampai dua hari di bagian bekas suntikan. Dan orang tua bisa mengompresnya dengan air hangat pada bagian bekas suntikan tersebut.
Reaksi umum yang timbul adalah demam pada anak, hingga anak akan menjadi rewel. Dan bila hal itu terjadi, berikanlah obat penurun panas serta berikan ASI. Sebenarnya, pada perkembangan saat ini, ada vaksin DPT yang sudah tidak menimbulkan reaksi apapun. Vaksin itu disebut vaksin DtaP atau diphtheria, tetanus, acellullar pertussis. Namun saja vaksin ini yang harganya jauh lebih mahal dibanding harga vaksin DPT. Kemudian imunisasi Campak, yang biasanya menimbulkan demam setelah 5 hingga 12 hari setelah pemberian imunisasi. Demam tersebut biasanya disertai bintik merah halus di kulit.
Dalam kondisi tersebut, orang tua tidak perlu khawatir dengan reaksi ini, karena reaksi ini adalah reaksi normal dan akan hilang dengan sendirinya. Kemudian Imunisasi MMR atau Mumps, Morbilli, Rubella. Reaksi vaksin ini muncul setelah tiga minggu kemudian. Reaksi itu berupa bengkak di kelenjar belakang telinga, yang mengatasinya dengan memberikan obat penghilang nyeri dari dokter. Dan dari berbagai informasi seputar imunisasi tersebut, informasi tambahan yang bisa dibagikan kali ini, adalah anjuran agar orangtua segera memberikan imunisasi pada anak.
Dan saat melakukan imunisasi, sebaiknya orang tua tidak segera pulang. Tapi tunggu lah selama 15 menit di tempat pemberian imunisasi. maksudnya, bila timbul reaksi yang tidak diharapkan akibat pemberian imunisasi, maka petugas bisa langsung menangani. Selain itu juga, bagi orang tua yang lupa pada jadwal imunisasi anak, imunisasi tidak perlu mengulang dari awal. Tidak ada istilah hangus alias telat karena Tuhan menciptakan sel-sel memori dalam tubuh manusia untuk mengingat dan merangsang kekebalan tubuh saat pemberian imunisasi lanjutan. Namun bila pun mengejar “ketinggalan”, biasanya dokter memberi vaksin kombinasi.
Dan meskipun seorang anak telah mendapat imunisasi lengkap, bukan berarti ia tidak akan tertular penyakit. Anak akan tetap tertular penyakit, yang serangan penularannya akan relatif lebih ringan dan tidak terlalu membahayakan nyawa si anak, atau membekas dengan cacat bahkan kelumpuhan. Pemberian imunisasi atau tidak adalah pilihan para orangtua sebagai pelindung anak. Namun imunisasi adalah juga cara perlindungan bagi anak dari serangan berbagai penyakit yang masih terus berkembang dan menyebar.