• Uncategorized

Kepentingan Politik Kalahkan Penegakan Hukum di Tahun 2016

Written by on 4 January 2017

Dalam sebuah Acara Refleksi Akhir Tahun 2016 yang silam, Lembaga Pelayanan Bantuan Hukum Yayasan Komunikasi Indonesia atau LPBH Yakom Indonesia menilai bahwa dalam upaya mewujudkan Negara Hukum Pancasila di Indonesia masih jauh antara harapan dengan kenyataan.

“Penegakan hukum masih belum berkeadilan sosial. Yang paling menonjol adalah pada Pilkada DKI Jakarta, aparat penegak hukum seperti menjadi penonton,” kata Ketua LPBH Yakom Indonesia, Dr Daniel Yusmic, SH dalam jumpa pers di acara di kantor Sekretariat Yakom Indonesia jalan Matraman 10A, Jakarta, pada hari Jumat, tanggal 30 Desember 2016 yang lalu.

Yusmic menilai, kriminalisasi terhadap salah satu calon Gubernur DKI Jakarta dengan menggunakan isu Suku, Agama, Ras dan Antar golongan atau SARA, sangat jelas muatan politisnya. “Sayangnya aparat penegak hukum tidak tegas,” ungkapnya menyesalkan peristiwa yang terjadi jelang akhir tahun 2016 yang lalu. “Kalah dengan desakan massa yang jumlahnya tidak besar,” lanjutnya lagi.

Gerakan yang berbalut pembelaan terhadap Agama Islam di awal Desember 2016 yang lalu itu, baginya bukan gerakan yang merepresentatif-kan masyarakat dan umat Islam di Indonesia. Sejalan dengan hal tersebut, Wakil Ketua LPBH Yakom Indonesia, Djalan Sihombing melihat lemahnya kelompok Legislatif dalam membuat perundang-undangan.

Legislatif atau DPR, bagi Sihombing sepertinya tidak perduli terhadap maraknya aksi intoleransi yang berpotensi memecah-belah bangsa. Pembuatan perundang-undangan yang berjangka pendek berdampak berubah-ubahnya terapan aturan yang ada dalam masyarakat. Dampaknya bisa tampak pada gerakan tanggal 4 November dan 2 Desember tahun 2016 yang lalu.

Sweeping atribut natal yang menggunakan isu agama pada bulan Desember yang lalu, sesungguhnya hanya sebuah kepentingan politik yang berdampak ekonomi. “Tidak ada anggota DPR yang berkomentar menyatakan sikap,” ungkap Sihombing, mengomentari sikap DPR selama ini.

Di waktu yang sama Sihombing juga mengingatkan bahwa fatwa MUI bukanlah sebuah produk hukum lembaga negara. Itulah mengapa Kementerian Agama RI tidak melakukan pelarangan dalam memberi ucapan Selamat Hari Natal. Ini sepertinya menunjukan tegas bahwa hukum negara harus dikedepankan lebih dari semua aturan sebuah komunitas masyarakat.

Di kesempatan itu Sihombing juga mengatakan MUI juga harus diaudit dan mempertanggung jawabkan semua dana yang masuk dari hasil sertifikasi halal.
Acara refleksi akhir tahun itu sendiri menyoroti kentalnya kepentingan politik yang mengalahkan penegakan hukum di Indonesia. “Politik di atas hukum!” begitu tukasnya. arp/ath


Reader's opinions

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *


RPK FM

Education & Infotainment Station

Current track
TITLE
ARTIST

Positive SSL