Debat Cawapres Minus Isu Pengendalian Tembakau

Written by on 18 March 2019

Debat Pemilihan Presiden (pilpres) tentang penanganan masalah kesehatan semalam minus isu pengendalian tembakau. Tak satupun dari kedua calon wakil presiden (cawapres) menyinggung masalah pengendalian konsumsi produk tembakau dalam setiap argumentasi paparan program mereka. Hal tersebut sangat disayangkan mengingat visi dan misi kesehatan kedua pasangan calon (paslon) pemimpin tersebut sangat menentukan wajah pengendalian tembakau di Indonesia.

Melihat beberapa tren kondisi kesehatan, ekonomi, dan sosial budaya di Indonesia, maka sudah sewajarnya calon pemimpin negara ini menjadikan pengendalian tembakau sebagai prioritas utama. Merokok adalah faktor risiko utama yang membuat Indonesia terkungkung oleh tingginya angka Penyakit Tidak Menular, biaya kesehatan yang tinggi, kualitas pembangunan yang kurang optimal, dan jerat kemiskinan.

Karena itu, sangat penting menempatkan pengendalian tembakau tidak hanya sebagai prioritas tetapi sebagai dasar pola pikir dalam pengambilan kebijakan yang saat ini sangat dibutuhkan. Reformasi dalam seluruh kebijakan untuk mengendalikan konsumsi rokok yang tinggi di Indonesia sudah darurat untuk dilakukan.

Melihat visi-misi kedua cawapres dalam debat ke-3 pilpres semalam, 17 Maret 2019, yang salah satunya mengangkat tema kesehatan, tampak tidak ada satu pun agenda pengendalian tembakau dalam visi misi mereka. Padahal tingginya konsumsi rokok menjadi salah satu dasar atas berbagai permasalahan kesehatan (dan non-kesehatan) di Indonesia yang akhirnya berujung pada rendahnya kualitas SDM.

Kedua paslon tampaknya tidak berani memunculkan pengendalian tembakau dalam visi-misi kesehatan mereka. Hal ini sangat mengecewakan sekaligus menjadi sebuah pertanyaan besar. Mengapa tidak ada satu pun Cawapres yang berani memunculkan program terobosan reformasi kesehatan dalam kebijakan pengendalian tembakau?

Tidak adanya program pengendalian tembakau dalam visi-misi kesehatan paslon mana pun di rezim mana pun, menandakan kuatnya intervensi industri rokok dalam kebijakan setiap pemerintahan atau juga lemahnya perlawanan dan komitmen keberpihakan pada kesehatan masyarakat dari setiap pemimpin yang naik.

Karena itu, dengan ini Komnas Pengendalian Tembakau mengungkapkan kekecewaan yang sangat mendalam terhadap visi misi kesehatan kedua paslon yang minim terobosan. “Kedua cawapres hanya berkutat di hilir tentang masalah sistem jaminan kesehatan tapi justru akar masalah kesehatan tidak banyak disinggung, yang salah satunya adalah tingginya konsumsi rokok di Indonesia,” ungkap Ketua Komnas Pengendalian Tembakau Dr. dr. Prijo Sidipratomo, SpRad (K), MH.

Ditambah lagi, tidak satu pun cawapres yang mengutip Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) 2018 yang memperlihatkan peningkatan berbagai penyakit, terutama penyakit tidak menular, sehingga program dibuat tanpa dasar pertimbangan kenyataan yang ada saat ini.

Dalam debat semalam, kedua cawapres mengangkat soal program kesehatan preventif-promotif, namun tidak ada yang memberikan program terukur apa yang dimaksud dengan preventif-promotif tersebut. Pada cawapres 01, Komnas Pengendalian Tembakau mengritik program GERMAS yang selama ini berjalan karena hanya sebagai slogan yang diharapkan dapat mengubah perilaku dan dipertanyakan keseriusannya dalam implementasi aturan pengendalian tembakau. Cawapres 02 sama abstraknya, menjanjikan program olahraga 22 menit per hari, lalu bagaimana cara menjalankannya? Padahal, yang sangat dibutuhkan saat ini adalah program kebijakan yang konkrit dan komprehensif.

Masalah yang mendesak seperti terus meningkatnya perokok anak secara drastis tidak dibicarakan, padahal ini yang akan membawa petaka pada kualitas sumber daya manusia Indonesia. Sangat mustahil Indonesia akan menjadi negara ke-5 terkaya di dunia di 2045 dan bahkan mampu menghadapi #10YearsChallenge, jika pemimpin di masa itu adalah perokok-perokok anak di saat ini. Sumber daya manusia Indonesia adalah hal yang utama yang harusnya jadi perhatian prioritas.

Siapapun presidennya nanti harus bisa melihat bahaya laten rokok dan industrinya, harus berani keras membatasi peredaran dan pemasaran rokok yang mengandung zat adiktif nikotin layaknya zat atau barang NAPZA (narkotika, prikotropika, dan zat adiktif) lainnya.

*tanggapan Komisi Nasional Pengendalian Tembakau terhadap Debat Pilpres yang menghadirkan kedua calon wakil presiden, 17 Maret 2019.


Reader's opinions

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *


RPK FM

Education & Infotainment Station

Current track
TITLE
ARTIST

Positive SSL