Praktisi Hukum: RUU PKS Penting Segara Disahkan untuk Melindungi Korban
Written by Daniel Tanamal on 11 June 2021
Jakarta, RPK FM – Rancangan Undang-Undang Penghapusan Kekerasan Seksual (RUU PKS) sampai detik ini belum juga disahkan padahal sudah diusulkan oleh Komnas Perempuan semenjak tahun 2012 dan naskah akademiknya oleh DPR pada tahun 2016. Banyaknya kasus kekerasan seksual yang relatif meningkat juga harusnya membuat RUU PKS segera disahkan, tapi pada kenyataan yang terjadi dalam proses pengesahan ini seringkali menemui hambatan-hambatan.
Salah satu praktisi hukum di Indonesia yang juga Sekretaris Jenderal LBH KAI Advokasi Peduli Bangsa, Rizky Dienda Putri mengatakan bahwa RUU PKS ini sangat penting untuk segera disahkan mengingat angka kekerasan terhadap perempuan di Indonesia yang terus meningkat.
“RUU PKS ini tentu diharapkan akan membuat penanganan yang serius dapat membantu korban dalam mengatasi hambatan yang kerap dialami dalam sistem peradilan pidana dan juga dapat memulihkan korban selama proses peradilan pidana berjalan,” ujar Dienda.
Dirinya khawatir jika RUU PKS ini tidak segera disahkan akan membuat proses edukasi kepada masyarakat mengenai kepedulian terhadap penghapusan kekerasan seksual menjadi terhambat dan membuat implikasi terhadap setiap orang yang menjadi korban.
“Dengan kurangnya edukasi mengenai kesadaran pentingnya RUU PKS ini berarti kita akan terus membiarkan korban tanpa pemulihan dan si pelaku akan bebas tanpa adanya tindakan hukum,” tutup Dienda.
Pro-kontra RUU PKS sampai saat ini juga menjadi hambatan yang besar dalam pengesahan. Pada tahun 2021, RUU PKS telah resmi masuk Program Legislasi Nasional (Prolegnas). RUU ini kembali masuk dalam Prolegnas pada akhir Maret 2021, setelah sebelumnya sempat dikeluarkan pada 2020.
Lebih lanjut, RUU PKS ini nantinya diharapkan bukan hanya menjadi landasan hukum bagi pelaku kekerasan seksual, tetapi juga sebagai payung hukum pelindung bagi para korban sehingga mendapat perlindungan dari negara. Bentuk konkret perlindungan kekerasan seksual yaitu seperti penanganan kasus, layanan bantuan, hingga pemulihan yang komprehensif yang dinilai masih lemah.