Perkawinan Anak Ancam Bonus Demografi
Written by rpkfm on 26 July 2017
Pada tahun 2030, tahun di mana Indonesia akan mendapatkan bonus demografi, terancam akan terlewatkan begitu saja. Anak-anak dan remaja yang dikhawatirkan akan sakit-sakitan akibat perilaku merokok pada saat itu, kini semakin terancam akibat ditambah dengan perkawinan anak. Sungguh sayang.
Direktur Yayasan Kesehatan Perempuan Zumrotin K. Susilo mengatakan ancaman itu menjadi nyata bukan tanpa alasan. “Perkawinan anak itu sangat berdampak besar pada kesehatan. Kalau bukan ibunya yang masih belia yang akan bermasalah atau kekurangan gizi, maka sebaliknya anak yang dilahirkan yang akan mengalaminya,” kata Zumrotin ketika berbagi di sesi “Lenggang Jakarta” Program Obsesi 96.3 RPK Jakarta edisi Rabu, 26 Juli 2017.
Zumrotin meneropong kondisi sebagian besar orang-orang produktif pada saat tahun 2030 tiba kelak justru akan menurun apabila fenomena perkawinan anak tidak mendapatkan perhatian serius, terutama dari pemerintah. “Jepang, Prancis, dan beberapa negara maju lainnya berhasil memanfaatkan bonus demografi dan siklus akan menurun pada 2030 mendatang karena jumlah penduduk produktif lebih sedikit dibanding non produktif,” jelas Zumrotin.
Untuk itu, dia mengingatkan agar semua pihak terutama para orangtua agar berpikir ulang apabila ingin mengawinkan anak perempuan di usia dini. “Mereka pikir dengan melepas anak perempuan kepada pihak suami akan meringankan beban ekonomi dan pulih dari jerat kemiskinan. Tak tahunya apa? Tak kurang dari dua tahun anak perempuan sudah cerai dan kembali ke keluarga asalnya dengan seorang bayi sebagai tanggungan baru. Kemiskinan pun semakin parah,” terang Zumrotin.
Secara khusus, Zumrotin juga menyoroti perkawinan anak di Jakarta, di mana lima persen dari jumlah secara nasional terjadi di ibukota negara. “Sebagian karena hamil duluan akibat pergaulan bebas,” kata Zumrotin. (rik)