Kebhinekaan, PR Bidang Pendidikan Tahun 2018
Written by Argopandoyo Tri Hanggono on 4 January 2018
Pemahaman bahwa kelahiran Indonesia bermula dari kebhinekaan atau keragaman mengalami kemunduran. Setiap orang yang bekerja atau penyelenggara di bidang pendidikan memiliki pekerjaan rumah untuk menumbuhkembangkan kembali isu kebhinekaan melalui sekolah.
Pengamat dan praktisi pendidikan dari Yayasan Cahaya Guru Henny Supolo mengatakan setiap orang saat ini, terutama para guru, harus memahami bahwa kesadaran kebhinekaan tidak bisa dianggap sudah dan masih eksis.
“Tidak bisa dianggap sudah ada kesadaran atas kebhinekaan. Tetap harus ditumbuhkembangkan,” kata Henny saat memberi catatan atas bidang pendidikan pada 2017 lalu dan apa yang menjadi pekerjaan rumah pada tahun 2018 dalam perbincangan di Program OBSESI 96.3 RPK FM edisi Kamis, 4 Januari 2018.
Ketiadaan kesadaran tentang kebhinekaan di dunia pendidikan saat ini dinilai Henny merupakan kemunduran besar mengingat sejak 2003 lalu sesungguhnya sudah ditetapkan melalui Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional yang memandatkan penyelenggara pendidikan memasukkan materi kemajemukan bangsa dalam materi ajar.
“Sebetulnya ini sudah menjadi gagasan dasar dari seluruh penyelenggara pendidikan. Tapi semua tidak ada artinya apabila kesadaran belum terbentuk dengan baik,” ujar Henny.
Persoalannya, tambah Henny, tantangan sudah menunggu mengingat tahun ini bahkan hingga 2019 mendatang merupakan tahun politik di Indonesia. Pilkada serentak di berbagai kabupaten/kota dan provinsi disusul pemilihan umum 2019 untuk memilih presiden dan anggota legislatif.
“Marilah kita mengupayakan agar agenda politik tidak lagi menggunakan SARA sebagai alat pemenangan. Karena SARA sebagai alat pemenangan punya dampak sangat dalam untuk menghancurkan kebhinekaan,” imbau Henny.
Pada dasarnya, sambung Henny, semua orang dewasa bertanggungjawab untuk mempersiapkan anaknya dan peserta didiknya agar di masa depan berkembang dengan kemampuan berpikir kritis, kreatif, dan kemampuan bekerjasama serta berkomunikasi. “Empat hal itu mensyaratkan wawasan keragaman kita. Tapi, bagaimana kita berkomunikasi kalau kita canggung dengan pihak yang berbeda,” kata Henny mengingatkan. (Rik)