Seminar Nasional Putusan Pengadilan Versus Peraturan Perundang-Undangan
Written by Daniel Tanamal on 3 January 2024
Jakarta, RPK FM – Membuka tahun 2024, Perkumpulan Ikatan Alumni Magister Ilmu Hukum Universitas Kristen Indonesia (UKI) dan Pusat Bantuan Hukum Fakultas Hukum UKI menggelar Seminar Nasional; Putusan Pengadilan Versus Peraturan Perundang-Undangan, dengan subtema; Benturan Norma Hukum dalam Proses Pencalonan Anggota DPD RI, yang dilaksanakan secara daring, Sabtu (08/01/2024).

Narasumber yang menjadi pembicara dalam webinar ini adalah Prof. Dr. John Pieris, S.H., M.H., M.s (Kaprodi Doktor Hukum UKI dan Mantan DPD RI), Dr. Maruarar Siahaan, S.H., M.H (Akademisi dan Mantan Hakim MK, Prof. Dr. Gayus Lumbuun, S.H., M.H (Akademisi, Praktisi, Mantan Hakim Agung dan DPR RI), Drs. H. Guspardi Gaus, M.Si (Komisi II DPR RI), dan Dr. Dian Puji Nugraha Simatupang, S.H., MH (Dosen Hukum Administrasi Negara FH UI), an dimoderatori oleh Dr Diana Napitupulu, S.H., M.H., MKn., MSc (Dosen Magister Hukum UKI).

Adapun seminar ini dilaksanakan dengan mengambil contoh kasus terbaru, sengketa hukum pencoretan nama Irman Gusman dari Daftar Calon Tetap (DCT) Anggota Dewan Perwakilan Daerah (DPD) Pemilu 2024 oleh Komisi Pemilihan Umum (KPU). Bahkan setelah Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) Jakarta, mengabulkan gugatan Irman Gusman dan memerintahkan KPU untuk memasukan nama Irman kembali ke DCT, KPU mengatakan pihaknya tidak dapat menjalankan putusan PTUN, lantaran bertentangan dengan konstitusi.

Menurut John Pieris, langkah Irman Gusman dalam mengajukan gugatan, dilindungi oleh Undang-undang yang berlaku. Mengutip adagium “legitima persona stansi in judicio” (barangsiapa yan mempunyai kepentingan dapat mengajukan tuntutan hak atau gugatan). “Langkah seorang Warganegara yang diciderai hak politiknya adalah berhak mengajukan gugatan apabila hak-haknya dilanggar. Pencoretan Nama Irman Gusman dari DCT, selain melanggar atau menabrak HAM, juga melanggar beberapa norma,” katanya.

Sementara itu Maruarar Siahaan, yang membawakan materi “Harmonisasi Konflik Norma dalam Sengketa Proses Pemilu Indonesia’, mengatakan bahwa Indonesia harus konsisten menjalankan ciri negara hukum, yaitu penghormatan dan perlindungan ham, peradilan bebas dan tidak memihak, dan warganegara dan penyelenggara senantiasa harus mendasarkan tindakannya pada hukum yang berlaku, supremasi hukum.
“Kita butuh konsisten mengawal kepastian hukum, jangan mundur ke belakang, karena inkonsistensi penegakan hukum. Perhatikan prinsip hukum, harus mengawal demokrasi, harus diterapkan secara konsisten untuk mengawal proses penyelenggaran Pemilu. Kalau keputusan berkekuatan hukum tetap tidak dilaksanakan oleh KPU, maka (Para Pejabat KPU) harus diberhentikan,” tegas Maruarar.

Tiga narasumber lainnya, yaitu Gayus Lumbuun memberi pandangan bahwa jika perlu dibuat lembaga eksaminasi nasional, untuk meninjau atau melakukan pemeriksaan ulang, dari norma-norma yang sudah ada. “Sehingga tidak perlu ada tahapan aduan ke Bawaslu, jadi langsung saja bawa (gugatan hukum) ke pangadilan,” katanya. Guspardi Gaus juga memberi pandangan bahwa dari pemaparan yang ada, memperlihatkan bahwa KPU melakukan pelanggaran terhadap Undang-undang yang berlaku, “Kita berharap Pak Irman Gusman, terus bergerak memperjuangkan kebenaran agar supremasi hukum tegak.” Juga Dian Puji Nugraha Simatupang, yang menilai KPU bertindak sewenang-wenang karena tidak melaksakan putusan PTUN dan melanggar prosedur.

Dalam sesi tanya jawab, Irman Gusman yang hadir secara langsung ikut berinteraksi, sekaligus mengapresiasi kepada UKI yang telah mengawal kasus sengketa hukum ini dalam sebuah seminar akademik. Secara khusus, hasil dari seminar ini, diterangkan oleh Berry Sidabutar (Ketum IKA MIH UKI) akan disampaikan kepada MA, Bawaslu, DPR RI, PTUN, KPU, KPUD, dan pihak terkait lainnya sebagai masukan pada pemangku kepentingan dalam konteks hukum.