Perkumpulan IKA MIH UKI Diskusi Refleksi Kemerdekaan Indonesia menjelang Pilkada Serentak Tahun 2024
Written by Daniel Tanamal on 17 July 2024
Jakarta, RPK FM – Perkumpulan Ikatan Alumni Magister Ilmu Hukum Universitas Kristen Indonesia (UKI) merayakan Hari Ulang Tahun Kemerdekaan Republik Indonesia, dengan melaksanakan diskusi daring “Refleksi Kemerdekaan Indonesia menjelang Pilkada Serentak Tahun 2024”, Sabtu (17/08/2024).
Hadir sebagai narasumber sekaligus refleksi dalam diskusi ini adalah Ir. Nelson Simanjuntak, S.H., M.H (Alumni Hukum UKI dan mantan anggota Bawaslu), dan dimoderatori oleh Dr. Diana Napitupulu, S.H., M.H., MKn., MSc (Dosen Tetap Magister Hukum, Sekretaris Umum IKA MIH UKI). Diskusi juga dibuka oleh Berry Sidabutar (Advokat & Ketua Umum IKA MIH UKI) yang memberikan sambutan Pembuka Refleksi Kemerdekaan Indonesia.
Dalam kata sambutan membuka diskusi refleksi ini, Berry Sidabutar mengatakan bahwa apapun situasi dan kondisi yang terjadi dan tercipta di tanah air, tidak boleh mengendurkan semangat setiap anak bangsa untuk tetap peduli dan berbuat sesuatu bagi Indonesia. “Masing-masing dari kita punya peran penting untuk kemajuan bangsa ini. Semoga acara refleksi kemerdekaan Indonesia ini bisa menginspirasi kita semua untuk berkontribusi dan memberikan segala sesuatu yang kita mampu kepada bangsa dan negara ini,” kata Berry Sidabutar.
Nelson Simanjuntak yang menjadi pembicara mengelaborasi seputar dinamika yang terjadi dalam sistem kepemiluan Indonesia, berkaca dari Pemilihan Umum Presiden (Pilpres) 2024 yang menurutnya penuh dengan catatan masalah, seperti kemerosotan hukum hingga praktek politik uang yang semakin menggurita.
“Indonesia selalu mengalami dinamika politik yang tidak mudah untuk dijalani, salahsatunya dalam penyelenggaraan kepemiluan, seperti yang sudah kita lihat dan rasakan bersama di Pilpres kemarin, banyak catatan yang harus kita perbaiki bersama. Rakyat harus punya kebebasan dalam memilih. Namun jika kondisi rakyat saja masih banyak yang miskin, bagaimana mereka bisa bebas memilih jika godaan money politics begitu besar?”
Demikian Nelson Simanjuntak, yang sudah sangat berpengalaman di dunia pengawasan dan penyelenggaraa Pemilu Indonesia. Nelson mencatat bahwa praktek money politics yang semakin massif, diikuti dengan penegakan hukum di Indonesia yang sangat lemah, bahkan secara khusus untuk struktur, substansi dan budaya hukum kita masih tidak berjalan. Dititik saat ini Nelson melihat bahwa Partai Politik di Indonesia pun tidak mampu untuk terbebas dari praktek money politics.
“Dimana-mana money politics-nya kan kencang. Masyarakat seperti punya logika sendiri. Kalau tidak ada uang, tidak akan berangkat memilih. Jadi memang akan terlihat, kalau tidak ada politik uang, partisipasi masyarakat pasti kecil. Masyarakat miskin selalu menjadi sasaran money politics. Tidak hanya di Indonesia, tetapi juga praktek di sampai di Amerika, terutama di negara-negara berkembang, di Amerika Latin salahsatunya. Itu problem kita hari-hari ini,” tandasnya.
Nelson yang pernah menjadi anggota Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu dari unsur Bawaslu, tetap optimis bahwa meskipun kondisi ini sulit untuk secepatnya diakhiri, namun masih akan ada setiap individu atau “komunitas orang baik” yang akan peduli untuk memikirkan dan berbuat sesuatu untuk memperbaiki negara ini, sebagai wujud cinta tanah air dan nasionalisme.
Harapan Nelson selaras dengan keyakinan Berry Sidabutar dalam kata sambutan membuka diskusi refleksi ini, bahwa apapun situasi dan kondisi yang terjadi dan tercipta di tanah air, tidak boleh mengendurkan semangat setiap anak bangsa untuk tetap peduli dan berbuat sesuatu bagi Indonesia.