Sejarah Panjang Perjuangan Warga Perumahan Eks Trikora Bogasari Cilincing, Para Keturunan Pahlawan Menuntut Keadilan

Written by on 2 December 2024

Jakarta, RPK FM – Hidup penuh ketenangan dan perhargaan, atas pengorbanan dan pengabdian kepada negara yang dijalani para anggota TNI yang bermukim di Perumahan Eks Trikora Bogasari Cilincing, Jakarta Utara sejak tahun 1974, harus berhenti karena sebuah surat edaran dari instansi yang mereka cintai. Surat yang datang di tahun 2021 itu, membawa ketidakjelasan status perumahan, dan membuat ketidaknyamanan bagi para veteran yang masih hidup, berikut dengan warga yang merupakan keturunan langsung dari para pahlawan negara.

Ketua Forkom TYP Simanjuntak yang akrab disapa Opung, bercerita saat ditemui RPKFM dalam Malam Puncak Peringatan 50 Tahun Warga RW 02 Perumahan Eks Trikora Bogasari Cilincing, Tanjung Priok, Sabtu (30/11/2024). Ia menjelaskan sejarah panjang pembangunan rumah dengan merujuk pada sejumlah operasi militer yang melibatkan mereka, seperti Penumpasan PRRI Pemesta, DI/TII, RMS, Trikora, Aceh hingga Operasi Seroja di Timor Timur. Sebelum diberangkatkan, mereka yang datang dari berbagai daerah dikumpulkan di barak-barak sederhana yang daerah sekitarnya masih rawa-rawa. Sebagian gugur dalam tugas, sedangkan yang selamat kembali ke barak.

Saat barak yang mereka tempati mau dibangun pabrik oleh Bogasari, mereka diberi dua opsi oleh orang nomor satu di Republik Indonesia kala itu, Presiden Soeharto; uang atau rumah. Mau diganti uang atau dibangunkan rumah (relokasi). Mereka yang pensiun pilih uang dan beli rumah sendiri. Sedangkan yang masih dinas memilih dibangunkan rumah. Berdasarkan dua opsi tersebut, rumah atau uang, Opung menegaskan kalau status rumah mereka merupakan properti pribadi bukan asrama milik TNI. Untuk hal ini, kuasa hukum dari Bogasari juga siap menjadi saksi.

Surat Edaran yang Menintervensi

Kehidupan yang tenang dirasakan oleh Opung dan warga masyarakat sejak mereka tinggal di Perumahan ini sejak 1974, hingga sebuah intervensi datang di 2021. “Kami hidup tenang sejak 1974 disini, tahu-tahu 2021 mulai ada intervensi dari instansi (TNI).” Intervensi dalam Surat Edaran dari TNI ini antara lain disebutkan, tidak ada terbentuknya atau pemilihan RT dengan alasan Pergub No 22, karena yang bisa memilih dan dipilih hanyalah anggota TNI aktif dan Purnawirawan. Status tempat yang ditinggal warga selama ini, diklaim sebagai bagian dari Asrama TNI dan bukan Perumahan. “Status ini yang saat ini terus kita perjuangkan. Kami tetap bertahan dan berketetapan ini adalah perumahan, bukan asrama!” tandas Opung.

Mantan Komandan kapal dari Prajurit Zona Air ini menuturkan upaya yang sudah dilakukan. Beberapa di antaranya menghadap Komisi A DPRD DKI Jakarta, menemui BPN Jakarta Utara, bahkan berjuang sampai ke Menteri ATR/BPN. Saat itu Opung sempat diwawancarai oleh Cheryl Tanzil dari PSI yang terharu dan bersimpati dengan semangat Opung. ”Waktu Wapres buka pengaduan, langsung staf kita bikin pengaduan. Jadi kami tidak diam,” tegasnya.

Rencana Bertemu Presiden Prabowo

Secara khusus Opung berkeyakinan dan berencana bertemu dengan Presiden Prabowo untuk membawa perjuangan ini. “Kami hanya meminta keadilan, karena kami bukan merampok rumah negara. Kami tidak merampok! Kami mempertahankan rumah yang diberikan Pak Harto (Presiden Suharto) yang diberikan melalui Bogasari. Itu yang kami tuntut. Mohon saya diberikan kesempatan untuk bertemu dengan Presiden Prabowo untuk membawa masalah ini, karena kebetulan mertua beliau lah yang memberikan perumahan ini.”

Harapan Untuk Warga Bersatu Demi Anak Cucu

Opung berharap semua warga RW 02 bersatu memperjuangkan nasib mereka. Meski usia tak lagi muda, semangat juang itu tetap berkobar. Ia memikirkan nasib janda-janda pejuang, anak-anak dan cucu-cucu mereka. Ada 3.000 jiwa yang nasibnya dipertaruhkan. ”Mari kita bikin kesepakatan. Kita terbuka saja, tidak usah sembunyi-sembunyi. Saya sebagai Ketua Forum, mari kita bersatu,” serunya.

Opung menyayangkan ada beberapa orang yang abu-abu. ”Ada yang abu-abu, bilang ini asrama. Ingat, kalau asrama, semua dibiayai oleh negara. Kalau pensiun, keluar. Berani gak itu keluar? Semua penghuni di sini sekarang, jangan ada yang abu-abu, itu pengkhianat,” tandas Opung Simanjuntak dengan suara lantang.

Hal senada disampaikan oleh Ketua Panitia Murdiatun Daryono. “Kalau itu asrama TNI, semua dibangun dan dipelihara oleh negara. Sedangkan di sini yang membangun Bogasari, kami yang merawat. Apa jadinya kalau selama hampir 50 tahun tidak dirawat? Pasti sudah bobrok,” tukasnya

“Kami setap tahun juga bayar PBB. Kalau asrama, tidak perlu bayar PBB,” tambah Bu Daryono, sapaan akrabnya.

Pada Pilkada 27/11 lalu, TPS yang sudah dibangun di lokasi lapangan, mendadak H-2 dilarang. Lokasi pemilihan dipindahkan, digabung dengan RW lain. Alasannya untuk netralitas. Forkom mempertanyakan maksud netralitas tersebut karena status selama ini merupakan daerah sipil.

Hingga saat ini warga sebanyak 300 KK yang merupakan keturunan para pejuang negara, masih berjuang dan mencari jalan menuntut keadilan kepada negara, untuk kejelasan status mereka.

(Sugi – Daniel Tanamal)

Tagged as

Reader's opinions

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *


RPK FM

Education & Infotainment Station

Current track
TITLE
ARTIST

Positive SSL