Jangan Heran Kalau Kasus Debora Berulang Lagi
Written by rpkfm on 12 September 2017
Dunia kesehatan Indonesia baru saja mendapatkan pelajaran besar lewat tragedi bayi Tiara Debora Simanjorang yang meninggal akibat keterlambatan penanganan melalui ruang khusus unit perawatan intensif untuk anak (PICU). Tapi, jangan heran apabila di masa mendatang kasus yang terjadi di Rumah Sakit Mitra Keluarga Kalideres, Jakarta itu berulang lagi di masa mendatang.
Pemerhati kesehatan dr. Frans Abednego Barus mengatakan kasus serupa akan terulang lagi mengingat belum ada perubahan sistem. Untuk itu, dia mendorong sistem penanganan kesehatan seperti pada kasus tersebut harus segera diperbaiki.
Sebelumnya, Debora dibawa ke instalasi gawat darurat (IGD) Rumah Sakit Mitra Keluarga Kalideres pada Minggu (3/9) pukul 03.30 dalam kondisi tidak sadar dan tubuh tampak membiru. Dokter melakukan pertolongan dan menganjurkan penanganan selanjutnya di ruang khusus unit perawatan intensif. Namun, dengan syarat penyediaan uang muka sebesar 19,8 juta Rupiah. Karena orangtua Deborah, Henny Silalahi dan Rudianto Simanjorang, tidak mampu maka pasien tetap dirawat di IGD, bukan di PICU sesuai kebutuhan.
“Kalau saya ditanya, bukan dokter atau rumah sakit yang salah. Yang salah adalah sistem,” kata dokter Frans di program Klinik RPK, Selasa (12/09).
Menurut Frans, sistem salah karena tidak dipersiapkan dengan baik. Mulai dari penyuluhan masyarakat, perujukan, bahkan pada pencarian PICU. Maka Frans menilai tidak tepat menyatakan RSMK Kalideres lalai dalam penanganan Debora. Frans menilai pihak rumah sakit hanya tidak arif saja dalam penanganan Deborah.
“Kalau kelalaian, kan, seperti malpraktik. Saya kira itu tidak terjadi dalam kasus ini,” kata Frans.
Fungsi Sosial Menurun
Meski demikian, dr. Frans Abednego Barus menilai fungsi sosial rumah sakit memang terkesan menurun, terutama setelah kasus Deborah mencuat. Kalau dari sisi sosial dan kemanusiaan, kata Frans, sangat menyayangkan kenapa biaya atau uang muka yang ditetapkan harus dilunasi pada saat itu juga. “Ranah kemanusiaan manajemen memang terusik. Di sini perlu kearifan rumah sakit,” sesalnya.
Menurut Frans, kondisi ini imbas dari sistem perawatan rumah sakit dan perangkat lainnya sebagai industri kesehatan. “Dituntut harus ada margin, ada untung, dan harus memikirkan marketing, perawatan dan lain sebagainya dan itu semua ada biaya. Kalau rumah sakit disebut cari untung, ya, (benar). Nggak usah munafik,” kata Frans.
(Rikardo Marbun)