Kesehatan Masyarakat Perlu Sentuhan Teknologi Nuklir

Written by on 22 September 2017

Aspek kesehatan masyarakat (publich health) saat ini membutuhkan sentuhan teknologi nuklir. Selama ini, hanya bidang radio terapi dan radio diagnostik yang telah banyak digarap dengan sentuhan teknologi tersebut. Hal itu disampaikan Sekretaris Jenderal Kementerian Kesehatan dr. Untung Suseno Sutarjo, dalam sesi penutupan Scientific Forum – General Conference IAEA (International Atomic Energy Agency) ke 61 di gedung Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) Wina, Austria, (20/09).

Pemandulan nyamuk dalam pengendalian vektor penyakit menular adalah salah satu yang bisa dikembangkan,” ungkap dr. Untung yang menjadi salah satu panelis dalam forum internasional tersebut.

Selain dr. Untung sebagai ketua rombongan, delegasi Kementerian Kesehatan lainnya, antara lain Staf Ahli Menkes Bidang Hukum, Direktur Utama RSK Dharmais, Direktur Fasilitas dan Pelayanan Kesehatan dan Kepala Bagian Kerjasama Kesehatan Multilateral. Adapun forum internasional tahunan IAEA tersebut tahun ini bertemakan “Nuclear Techniques in Human Health“.

Dalam pertemuan yang berlangsung selama 5 hari itu, delegasi Kementerian Kesehatan bergabung dengan delegasi dari BATAN, BAPETEN, Kementerian ESDM dan PTRI Jenewa. Semuanya berpartisipasi aktif dalam mengikuti sesi-sesi sidang, pameran dan bahkan menyelenggarakan dan menjadi pembicara dalam beberapa side event yang dilakukan.

Hal yang cukup membanggakan adalah pada pidato pembukaan General Conference of The International Atomic Energy Agency ke 61 disampaikan bahwa Indonesia akan menjadi anggota Board of Governor periode 2017 – 2019 yang beranggotakan 13 negara. Untuk tahun pertama 2017 – 2018, Indonesia menjadi pemimpin. Ini merupakan tugas yang cukup berat mengingat ada beberapa isu nuklir di Korea Utara dan beberapa masalah sensitif lainnya.

Khusus dalam Scientific Forum ini, Kementerian Kesehatan melihat ada beberapa hal yang perlu dicatat yaitu:

Sesi 1 membahas peran nutrisi dalam mencegah penyakit tidak menular. Kondisi malnutrisi menjadi faktor penting dalam terjadinya penyakit kanker dan penyakit metobolik (jantung, diabetes mellitus, hipertensi). Melalui metode-metode nuklir dan isotop, kita mampu mengevaluasi program perbaikan nutrisi baik perorangan maupun masyarakat serta mengembangkan program-program serta kebijakan yang tepat untuk perbaikan nutrisi. Sesi ini juga menggarisbawahi tren dalam pencitraan medis dalam menilai status gizi seseorang, salah satunya dengan memasukkan foto ke dalam sebuah aplikasi yang bisa diunduh di Google Play Store.

Sesi 2  membicarakan tentang bagaimana melakukan diagnosa penyakit menggunakan teknik nuklir, mulai dari penetapan stadium, lokasi dan penyebaran penyakit serta respons terhadap pengobatan. Penyakit-penyakit yang menggunakan teknologi ini antara lain kanker, penyakit jantung dan pembuluh darah, penyakit menular, serta penyakit saraf.

Sesi 3 membicarakan tentang bagaimana mengatasi tantangan penggunaan kedokteran nuklir yang aman di lapangan untuk melakukan deteksi dini, diagnosis dan pengobatan suatu penyakit. Tantangan yang sering terjadi adalah masalah biaya kesehatan, infrastruktur, SDM serta data yang lengkap untuk menghasilkan policy options yang komprehensif dlm pengembangan kedokteran nuklir untuk mengatasi masalah kesehatan di setiap negara.

Sesi 4 membahas tentang radioterapi untuk mengobati kanker dimana para panelis memaparkan pendekatan multi disiplin untuk mengoptimalkan hasil bagi pasien. Dibahas pula perkembangan paling mutakhir dalam radioterapi dan inovasi dalam perawatan pasien. Dalam kesempatan ini Prof dr. Soehartati Gondhowiardjo dari RSCM menjadi salah satu panelis. Beberapa hal yang menarik adalah pentingnya e-learning dalam mengembangkan dan mensosialisasi teknik-teknik baru dibidang radiolongi kepada tenaga kesehatan, serta bagaimana suatu negara harus bijak menentukan modalitas radio diagnosis dan radio terapi yang digunakan di wilayahnya mengingat teknologi baru yang mahal dan akan berat bila ditanggung UHC.

Sesi 5 fokus pada bagaimana menjaga mutu dan keamanan penggunaan radiasi bidang kesehatan. Dalam sesi ini, ditekankan pentingnya peer review, audit klinis dan bagaimana meningkatkan kinerja fasyankes. Juga dipaparkan lesson learnt dari berbagai proyek IAEA di beberapa negara.

Dalam closing statement-nya, DG IAEA Yukiya Amano menyampaikan ke depan perhatian akan lebih serius terhadap penggunaan nuklir dibidang kesehatan selain juga untuk energi dan pangan. IAEA juga akan pererat hubungan dengan WHO serta mengoptimalkan hasil ImPACT untuk menjadi bahan perencanaan nasional.

Beberapa panelis yang lain mengangkat isu pembiayaan dan peta jalan nasional pengembangan kedokteran nuklir yang sering dipandang sebelah mata oleh para pembuat kebijakan di suatu negara. Hal ini penting dalam era JKN dimana penyakit tidak menular menjadi penyakit terbanyak yang perlu diobati dan membutuhkan biaya yang tidak sedikit.

Indonesia juga melakukan pameran yang menampilkan karya anak bangsa, yaitu Renograf dan beberapa sediaan produksi Kimia Farma.


Reader's opinions

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *


RPK FM

Education & Infotainment Station

Current track
TITLE
ARTIST

Positive SSL