Menunggu Nyali KPI di Tahun 2018

Tahun berganti dan konten atau program disiarkan perusahaan media tetap akan menjadi sorotan pada tahun 2018. Apakah materi siaran televisi akan semakin berkualitas dan jauh lebih baik dibanding tahun lalu? Patut juga menunggu nyali Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) agar lebih tegas kala “menyemprit” program yang tidak sesuai koridor Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2002 tentang Penyiaran dan Pedoman Perilaku Penyiaran dan Standar Program Siaran (P3 dan SPS).

Pengamat media dari Universitas Sahid Manik Sunuantari secara khusus menyoroti agenda politik yang bakal semakin masif pada tahun ini dan disusul pemilihan umum 2019. “Beberapa lembaga penyiaran jelas dipakai untuk kepentingan politik, terutama untuk mempromosikan tokoh politik atau aktivitas partai. Bahkan kampanye partai sudah dimulai. Padahal ada jadwal kapan dilakukan,” sesal Manik saat berbagi dalam perbincangan Teman Sore 96.3 RPK FM Jakarta edisi Rabu, 3 Januari 2018 dengan tema “Catatan Dunia Penyiaran di Tahun 2017”.

Dekan Fakultas Ilmu Komunikasi Universitas Sahid itu mengatakan KPI harus tegas dan memberi sanksi berat apabila masih ada media dan partai politik yang menyalahgunakan frekuensi publik untuk kepentingan politik. “Selain curi start kampanye, pemanfaat frekuensi publik juga tak semestinya demikian,” kata Manik.

Dia lalu mendorong agar KPI merangkul Komisi Pemilihan Umum (KPU) untuk mengatur ketentuan seputar kampanye partai politik di media penyiaran.

Di samping itu, Manik juga berharap KPI lebih tegas memberi sanksi terkait program-program lain yang dinilai menyimpang dari ketentuan. Selama ini menurut Manik, KPI masih terlalu “lembek” menjatuhkan sanksi terhadap media dan program yang ditayangkan.

Hal ini diperhatikan Manik dari langkah KPI yang cenderung lebih banyak memberikan pembinaan, teguran, bahkan hanya sekadar imbauan terhadap program yang menyalahi aturan. “Padahal sudah jelas-jelas melakukan pelanggaran. Mestinya tidak hanya ditegur saja,” tegas Manik. (RIK)