Hari Perempuan Internasional: Jaga Anak Perempuan Tetap Bersekolah!

Written by on 8 March 2018

Hingga kini, satu dari sembilan anak perempuan di Indonesia masih dinikahkan sebelum usia 18 tahun. Fakta tersebut menjadi bagian utama pembahasan dalam diskusi yang diselenggarakan oleh UNICEF Indonesia, Kedutaan Besar Belanda, Girls Not Brides, dan Jaringan AKSI Remaja Perempuan Indonesia. 

Dalam diskusi tersebut sekitar 100 peserta remaja perempuan diberikan kesempatan untuk menyampaikan rekomendasi kepada pemerintah Indonesia, untuk mengakhiri perkawinan usia anak. Salah satu rekomendasi yang didorong adalah upaya bersama untuk menjaga anak remaja perempuan untuk tetap berada di sekolah (bersekolah), bukan dinikahkan.

Ketua Dewan Pengawas Girls Not Brides sekaligus Putri Belanda, Mabel van Oranje, mengatakan bahwa  saat kita menjaga anak-anak perempuan tetap berada di sekolah dan di luar perkawinan, kita sebenarnya telah menciptakan dunia yang memberdayakan anak perempuan dan perempuan. Sehingga, menurut Mabel, mereka dapat bertanggung jawab atas masa depan mereka sendiri.

Dengan ini, kita dapat meningkatkan pendapatan, produktivitas dan PDB. Itu adalah dunia yang lebih baik untuk kita semua,” ujar Mabel van Oranje, di sela-sela diskusi yang diadakan di Erasmushuis, Jakarta (8/3).

Perkawinan usia anak, disebabkan oleh hilangnya produktivitas ekonomi, sangat menghambat upaya pengentasan kemiskinan dan pembangunan Indonesia. Pada dasarnya, praktik ini sangat terkait dengan kemiskinan, dengan anak perempuan dari rumah tangga termiskin lima kali lebih mungkin untuk menikah sebelum usia 18 tahun dibandingkan dengan anak perempuan dari rumah tangga terkaya. Secara global, untuk anak perempuan di antara usia 15 dan 19 tahun, komplikasi selama kehamilan dan persalinan merupakan salah satu penyebab utama kematian.

Pemerintah Indonesia berkomitmen untuk mencapai 17 Tujuan Pembangunan Berkelanjutan sesuai dengan Agenda 2030. Sebagai salah satu dari lima belas negara ‘pencari jalan’ (pathfinder) dari “Kemitraan Global untuk Mengakhiri Kekerasan Terhadap Anak”, Indonesia siap untuk menyediakan kepemimpinan global dalam perjuangan mengakhiri segala bentuk kekerasan, yang mencakup penghapusan perkawinan anak – Target Tujuan Pembangunan Berkelanjutan 5.3.

Jaringan AKSI, sebuah jaringan yang terdiri dari 38 organisasi lokal, nasional, dan internasional, merupakan kemitraan penting dalam usaha mengakhiri perkawinan usia anak melalui pemberdayaan anak perempuan dan advokasi kesetaraan gender. Di Indonesia, perkawinan anak menghasilkan 375 pengantin anak setiap harinya – salah satu angka tertinggi di dunia.

Jaringan AKSI berkomitmen bekerja sama untuk mengoptimalkan potensi remaja perempuan Indonesia agar dapat menjadi inspirasi bagi teman sebayanya dan dapat ikut serta secara aktif dalam mewujudkan lingkungan yang mendukung kesetaraan gender, sesuai dengan Tujuan 5 dari Tujuan Pembangunan Berkelanjutan,” kata Nadira Irdiana, anggota komite Jaringan AKSI.

Meski praktik ini terjadi di berbagai wilayah, angka perkawinan usia anak lebih tinggi di pedesaan, dengan anak perempuan di pedesaan tiga kali lebih mungkin untuk menikah sebelum usia 18 tahun dibandingkan dengan anak perempuan di daerah perkotaan. “Perkawinan usia anak adalah pelanggaran terhadap hak anak. Hal ini sangat mempengaruhi anak perempuan dan membahayakan kehidupan serta mata pencaharian mereka,” kata Kepala Perwakilan UNICEF Gunilla Olsson. “Dengan melindungi anak perempuan dari perkawinan usia anak, mereka akan memiliki kesempatan bertahan dan berkembang yang lebih baik.”

Pendidikan memiliki peran kuat dalam mencegah perkawinan anak menurut Rob Swartbol, Duta Besar Kedutaan Besar Kerajaan Belanda, ”Menjaga anak perempuan tetap berada di sekolah berarti memastikan bahwa mereka dapat bernegosiasi untuk dirinya sendiri dan menentukan masa depan mereka.”


Reader's opinions

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *


RPK FM

Education & Infotainment Station

Current track
TITLE
ARTIST

Positive SSL