Nafsiah Mboi: Soal Indonesia Ratifikasi FCTC, Everything is Possible! (Seri 3)
Written by rpkfm on 20 September 2018
Menteri Kesehatan Kabinet Indonesia Bersatu II, dr. Nafsiah Mboi, SpA, M.P.H. optimistis bahwa pemerintah akan segera menandatangani (ratifikasi) Kerangka Kerja WHO untuk Pengendalian Tembakau (Framework Convention on Tobacco Control/FCTC). Keyakinan itu disampaikan perempuan yang juga aktif di Komisi Nasional Pengendalian Tembakau (Komnas PT) itu saat ditanya oleh wartawan di perhelatan Asia Pacific Conference for Tobacco or Health ke-12 (APACT12th). “Saya rasa tidak ada yang mustahil, segala sesuatu adalah mungkin. Kita tidak tahu siapa presiden yang akan datang atau kita tak tahu apakah presiden yang sekarang akan menjadi presiden kembali, lalu berubah pikiran dan memiliki keberanian untuk meratifikasi,” ujar Nafsiah Mboi. “Pengalaman dengan presiden sebelumnya, saya pernah meminta untuk menandatangani (FCTC), dia bilang yes, tapi sesuatu terjadi, dan dia tak jadi menandatangani.”
Kala itu, seorang wartawan Indonesia menanyakan kemungkinan pemerintah Indonesia meratifikasi FCTC dalam kurun waktu 1 tahun ke depan. Hal tersebut terkait dengan resolusi (rekomendasi) ketiga yang dihasilkan dari konferensi APACT12th di Nusa Dua, Bali, 13-15 September 2018. Resolusi ketiga tersebut berbunyi “Melindungi kesehatan dan perekonomian rakyat dan mensejajarkan posisi (pengendalian tembakau) dengan negara-negara di kawasan Asia Pasifik, Indonesia didorong untuk segera meratifikasi FCTC dalam kurun waktu 1 tahun ke depan.”
Berikut ini, keempat belas resolusi atau rekomendasi yang dihasilkan APACT12th:
(diselaraskan dengan Tujuan Pembangunan Berkelanjutan (SDG’s) dan FCTC)
- Membuat tembakau dan produk-produk yang dihasilkannya sulit didapatkan, terutama oleh kalangan anak muda dan kaum miskin, serta menolong perokok untuk berhenti merokok dengan cara meningkatkan pajak rokok minimal 75% dari harga retail di semua produk tembakau. Hal ini selaras dengan tujuan pertama SDG’s, yaitu No Poverty, serta artikel 6 FCTC tentang Price Measures.
- Mengentaskan kelaparan dengan cara menanam bahan pangan di lahan tembakau. Setidaknya 10 negara akan mengalih tanam dari tembakau ke komoditi pangan. Penggunaan tenaga kerja anak di perkebunan tembakau harus dihilangkan hingga 2025. APACT juga mendorong Organisasi Tenaga Kerja Internasional (ILO) untuk menghentikan kolaborasinya dengan industri tembakau sesuai dengan keputusan UN Economic and Social Council (ECOSOC). Rekomendasi ini selaras dengan SDG’s ke-2 (Zero Hunger), dan artikel 17 FCTC soal perkebunan tembakau/tobacco farming.
- Melindungi kesehatan dan ekonomi rakyat dan mensejajarkan posisi dengan negara-negara di kawasan Asia Pasifik, Indonesia akan (didorong) meratifikasi WHO FCTC dalam kurun waktu 1 tahun ke depan. Optimisme ini sesuai dengan SDG’s 3 (Good Health and Well-being).
- Semua negara di kawasan Asia Pasifik sejatinya mengadopsi peringatan bergambar di kemasan rokok dan melarang display kemasan rokok di retail outlet dalam kurun waktu 2 tahun. Selain SDG’s 3, resolusi yang satu ini selaras dengan Artikel 11 FCTC (Packaging and Labelling).
- Melarang penggunaan media sosial untuk pencitraan dan penjualan produk tembakau (rokok). Selain SDG’s 3 soal Good Health and Well-being, resolusi ini selaras dengan FCTC Article 13 soal pelarangan TAPS (Tobacco Advertising Promotion and Sponsorship).
- Memperkuat dan menyediakan edukasi publik seputar penyadaran publik terhadap bahaya tembakau dan produk tembakau, serta informasi seputar upaya berhenti merokok. Ini sesuai dengan SDG’s 4 (Quality Education) dan FCTC Article 12 soal pendidikan dan penelitian.
- Mengakhiri upaya industri rokok menjadikan kaum perempuan sebagai target melalui TAPS (Tobacco Advertising Promotion and Sponsorship), kemasan, dan desain produk. Ini sesuai dengan SDG’s 5 (Gender Equality) dan FCTC Article 4.2d (Gender Specific Measures).
- Memastikan komunitas kota yang bersih dan berkelanjutan, dan melindungi publik dari paparan asap rokok. Setiap pemerintah kota wajib mengadopsi 100% kebijakan tanpa rokok di semua tempat kerja (workplaces) dan tempat publik (public places), dan mengadopsi strategi penegakan hukum yang efektif terkait implementasi kawasan tanpa rokok. Hal ini selaras dengan SDG’s 11 (Susstainable Cities and Communities) dan FCTC Article 8 (Smoke-Free Environment).
- APACT merekomendasikan perhelatan APACT ke-13 tahun 2020 mendatang di Bangkok, Thailand, untuk memasukkan seri debat dan diskusi tentang bahaya tembakau/rokok terhadap lingkungan. Rekomendasi ini sesuai dengan SDG’s 13 seputar perubahan iklim (Climate Change) dan FCTC Article 18 tentang perlindungan terhadap lingkungan.
- Melarang industri tembakau untuk mempengaruhi implementasi SDG’s. Konsisten terhadap FCTC Article 5.3 tentang intervensi industri tembakau dan petunjuk pelaksanaan bahwa setiap negara wajib memonitor, memaparkan dan melarang industri tembakau, aliansinya dan institusi terkait dari upaya partisipasi dalam kebijakan pengendalian tembakau. Hal ini selaras dengan SDG’s 16 (Peace and Justice) dan tentunya FCTC Article 5.3.
- Memastikan semua bentuk aktivitas pemerintahan, penelitian, ilmuwan, enitas keilmuan dan masyarakat sipil terbebas dari campur tangan industri tembakau. Pemerintah semestinya tidak mempromosikan perdagangan tembakau dan juga mengurangi bisnis tembakau itu sendiri. SDG’s 17 (Partnership) dan FCTC Article 5.3.3 (Protecting public policy from tobacco industry interference).
- Pemerintah seharusnya memprioritaskan pendanaan untuk pengendalian tembakau yang berkelanjutan. Rekomendasi ini sesuai dengan SDG’s 17 (Partnership) dan FCTC Article 26 soal mekanisme pendanaan program pengendalian tembakau yang berkelanjutan.
- Mengadopsi Deklarasi Hak Asasi Manusia Cape Town dan gerakan Tobacco-free World.
- Memberdayakan keterlibatan generasi muda dan advokasi terhadap kaum muda untuk memastikan generasi tanpa rokok di masa yang akan datang.