Remaja Terpapar Iklan Rokok di Media Internet, TCSC IAKMI: Blokir Saja!
Written by rpkfm on 30 April 2019
Anak dan remaja mendapat terpaan iklan rokok di media internet lebih besar daripada orang dewasa. Sekitar 45,7% responden anak berusia 10-18 tahun mengaku mengonsumsi iklan rokok di media internet. Sementara orang dewasa hanya sekitar 38%.
Temuan itu sangat menonjol, mengingat terpaan iklan rokok di banyak media seperti TV, banner, dan bilboard, justru orang dewasa yang paling banyak terpapar ketimbang anak dan remaja. Hal tersebut mencuat dari hasil penelitian terbaru Tobacco Control Support Center Ikatan Ahli Kesehatan Masyarakat Indonesia (TCSC IAKMI) soal hubungan terpaan iklan, promosi, dan sponsor rokok dengan status merokok di Indonesia.
Hasil penelitian tersebut diperkuat dengan hasil penelitian yang dilakukan London School of Public Relations (LSPR) Jakarta. Menurut penelitian LPSR yang menyasar pengaruh terpaan iklan rokok di media online terhadap sikap merokok remaja, 100% remaja yang merokok akan tetap merokok setelah melihat iklan rokok di media online. Lalu, sekitar 10% remaja memiliki kecenderungan untuk merokok setelah melihat iklan rokok di media online. Data itu mencerminkan pengaruh terpaan iklan rokok di media online yang signifikan terhadap sikap merokok remaja di Indonesia.
“Untuk itu, kami mendukung segala bentuk upaya pemerintah untuk serius melarang total segala bentuk iklan promosi dan sponsor rokok di media online,” ujar Ridhwan Fauzi, Peneliti dari TCSC IAKMI saat Diskusi Publik Terpaan Iklan, Promosi, Sponsor Rokok dengan Status Merokok di Indonesia, Senin (29/04).
Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) tahun 2018 menunjukkan data bahwa terjadi peningkatan prevalensi perokok anak dan remaja usia 10-18 tahun dari 7,2% di tahun 2013 menjadi 9,1% di tahun 2018.
Seperti kita ketahui, di era industri 4,0 dunia komunikasi digital semakin berkembang pesat dan berperan amat penting dalam lalu lintas pesan publik. Tak bisa dielakan, imbasnya juga merambah media konvensional yang perannya semakin tergeser oleh media online. Salah satu hal yang kasat mata adalah beralihnya pemasangan iklan dari media cetak dan elektronik ke media online. Bisa kita lihat pada penempatan iklan produk rokok yang semakin gencar menyasar anak dan remaja lewat media online. Anak dan remaja, yang sejak dulu merupakan target utama iklan rokok, saat ini adalah generasi asli digital (digital native) dengan tingkat konsumsi media online yang tinggi. Sudah pasti, iklan rokok membanjiri media online dengan amat gencar dan masif demi memberikan terpaan tinggi bagi target utamanya, anak dan remaja. AC Nielsen dalam laman resminya menyebutkan, di Indonesia iklan rokok di media televisi menunjukkan penurunan volume sebesar 1,2 triliun rupiah pada tahun 2018 (1,6T) dibandingkan tahun 2017 (2,8T).
Besarnya volume pemasangan iklan rokok di media online diakui oleh Asosiasi Media Siber Indonesia (AMSI). Ketua Bidang Pelatihan, Pengembangan dan Penelitian AMSI, Wisnus Nugroho mengatakan bahwa secara bisnis, media siber di Indonesia banyak tertolong dengan adanya iklan dari industri rokok.
Walau diakui AMSI terbelah dua soal pelarangan iklan rokok di media siber, Wisnu mengatakan bahwa media siber di Indonesia masih menayangkan iklan rokok karena hal tersebut sama sekali tak dilarang di negeri ini. Namun Wisnu menambahkan mereka akan mengikuti keputusan pemerintah bila ada pelarangan terhadap iklan rokok di media online.
Di lain pihak, Kementerian Komunikasi dan Informasi (Kemkominfo), sebagai institusi pemerintah yang terkait dengan dunia online, menyatakan bahwa mereka siap melakukan pemblokiran iklan rokok di media siber. Menurut Kepala Sub Direktorat Pengendalan Konten Internet Kemkominfo, Drs. Anthonius Malau, M.Si, syaratnya ada permintaan dari pemangku kepentingan pengendalian tembakau.
Di sisi lain, perlindungan anak dan remaja dari terpaan iklan rokok di berbagai media masih amat lemah. Kebijakan pelarangan total iklan rokok di Indonesia belum ada, iklan rokok hanya dilarang parsial. Padahal pelarangan iklan rokok sebagian terbukti tidak efektif melindungi anak dan remaja dari terpaan iklan.
Kepala Sub Direktorat Penyakit Paru Kronik dan Gangguan Imunologi, Kementerian Kesehatan, dr. Theresia Sandra Diah Ratih, MHA, mengatakan bahwa Kemenkes pernah meminta pelarangan parsial tersebut namun sulit dilakukan.
Berdasarkan Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 109 tahun 2012 Pasal 30, iklan di media teknologi informasi (media siber) harus memenuhi ketentuan situs merek dagang Produk Tembakau yang menerapkan verifikasi umur untuk membatasi akses hanya kepada orang berusia 18 (delapan belas) tahun ke atas. Namun dalam penerapannya, hal tersebut sulit dilakukan. Karena itu, menurut Kepala Sub Direktorat Pengawasan Produk Tembakau Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM), Dra. Moriana Hutabarat, Apt, iklan rokok di media siber mesti dilarang.
Sementara itu, Komisioner Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) bidang Hak Sipil dan Partisipasi Anak, Jasra Putra, S.Fil.I, M.Pd. mengatakan bahwa dilihat dari berbagai produk perundangan terkait, jelas negara sangat berpihak pada perlindungan anak, terutama kesehatan anak.
Melihat hal tersebut, Jasra Putra mengatakan pelarangan atau pemblokiran iklan rokok di media siber adalah sebuah keniscayaan, tinggal menunggu waktu untuk diimplementasikan. Apalagi bila PP 109 tahun 2012 dinaikkan statusnya menjadi Undang-Undang (UU).