Kasus Penembakan Pendeta Yeremias, Menambah Luka bagi Papua

Written by on 24 September 2020

Kasus penembakan di Papua yang merenggeut nyawa Pendeta Yeremias Zanambani kembali menambah kasus pelanggaran Hak Asasi Manusia yang tidak dapat ditoleransi. Kejadian ini juga merupakan sebuah indikasi terus berlangsungnya tindakan yang tidak manusiawi di Papua.

Kepergian Pendeta Yeremias Zanambani yang juga seorang penerjemah Alkitab kedalam bahasa Moni, menjadi suatu kabar yang sangat menyedihkan terutama dalam pelayanan. Beliau juga meninggalkan seorang istri dan 6 orang anak, yang saat ini tengah dalam pengungsian dari hunian mereka di Hitadipa.

“Ini dugaan masih sama seperti sebelumnya (ditembak oknum TNI), tidak berubah pandangan kami sampai kami mendapatkan titik terang dari hasil investigasi Pemerintah” tegas Pdt. Dr. Daniel Ronda, Ketua Sinode Gereja Kemah Injil Indonesia (GKII) dalam konferensi daring yang dilaksanakan oleh Persatuan Gereja-gereja di Indonesia (PGI).

Dugaan ini diperkuat dengan penuturan para saksi yang menyaksikan kejadian penembakan terhadap Pendeta Yeremias dan menemani beliau hingga menghembuskan nafas terakhirnya. Sang istri yang masih bersama dengan almarhum sebelum kejadian tersebut juga masih sangat mengingat jelas kronologisnya.

Dengan demikian dibutuhkan adanya keterlibatan dari Pemerintah untuk melakukan investigasi terhadap kasus ini. Tanpa adanya campur tangan Presiden Jokowi, kasus ini bisa dibiarkan begitu saja dan mampu memancing kembali kejadian serupa di Papua.

“Sejauh mana selaku kepala negara, dalam tanggung jawab menyelesaikan masalah Indonesia lebih khusus yang berada di Papua. Supaya segera dibentuk tim independent yang melakukan investigasi secara adil dan seimbang untuk megungkapkan peritiwa yang terjadi akhir akhir ini di papua” tegas Pdt. Andrikus Mofu, M.Th, Ketua BPA Sinode GKI Tanah Papua.

Membuka ruang dialog di Papua juga dianggap sebagai langkah yang baik dalam menyelesaikan akar permasalahan di Papua. Komunikasi dua arah inilah yang bisa dibentuk sebagai bukti pendekatan kultural dan menghilangkan jarak yang selama ini terlihat nyata antara Papua dengan Pemerintah.

Sejalan dengan kasus penembakan ini, para petinggi Gereja Kemah Injil Indonesia meminta agar Hitadipa kembali menjadi desa yang aman dan layak untuk ditempati rakyat Papua.

 “Sangat kami harapkan supaya Hitadipa itu dipulihkan. Dalam arti masyarakat harus kembali ke kampungnya. Melakukan kegiatan ekonomi, melanjutkan pendidikan dan mereka haru berada disitu untuk tetap beribadah” tegas Pdt, Petrus Bonyadone, Ketua Sinode GKII Wilayah II Papua.

Dalam bidang Hukum, Sekretaris Umum PGI menjelaskan bahwa kasus ini sudah diketahui oleh Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum dan Keamanan (Menkopolhukam).

“Menkopolhukam sudah berbicara lansgung dengan kami untuk meminta data data. Kita mendorong terus proses investigasi ini berlanjut” ungkap Pdt. Jacky Manuputty, Sekretaris Umum PGI.


Reader's opinions

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *


RPK FM

Education & Infotainment Station

Current track
TITLE
ARTIST

Positive SSL