Melalui Perjuangan PPHKI, Presiden Joko Widodo Bebaskan Penyandang Disabilitas dari Hukuman Mati
Written by Daniel Tanamal on 18 June 2021
Perhimpunan Profesi Hukum Kristiani Indonesia (PPHKI) di bawah kepemimpinan Fredrik J Pinakunary SH, SE tak kuasa menyembunyikan sukacitanya saat menyampaikan bahwa kliennya, Viriyanto, yang divonis hukuman mati, mendapatkan grasi dari melalui Surat Keputusan Presiden (Keppres) Presiden Joko Widodo, menjadi hukuman seumur hidup.
“Puji Tuhan, beberapa hari lalu kami menerima kabar baik dari rekan PPHKI di Pontianak bahwa Keppres itu sudah dikirimkan ke LP Pontianak dan isinya menerima grasi kami dan mengubah hukuman mati terhadap Virianto menjadi pidana penjara seumur hidup,” ujar Fredrik, didampingi Arnold Hasudungan Manurung SH, MH Sekretaris Jenderal PPHKI di Jakarta Pusat, Kamis (17/6/2021).
Viriyanto sendiri adalah seorang terpidana mati dalam kasus pembunuhan terhadap lima anggota keluarga Then Fo Liong di Sambas, Kalimantan Barat, September 2013 silam. Pemuda yang saat divonis mati berusia 19 tahun ini, adalah seorang penyandang tuna rungu dan tuna wicara (disabilitas). Secara kebetulan, PPHKI bertemu dengan Viriyanto pada awal tahun 2018 dalam sebuah kegiatan pelayanan di Lembaga (LP) Pemasyarakatan Pontianak.
Tergelitik untuk mencari tahu mengapa seorang anak disabilitas berusia belia sampai hati melakukan pembunuhan, PPHKI mencoba melakukan penelusuran lebih lanjut. Dalam temuannya, PPHKI merasa sisi kemanusiaan perlu digugah dalam kasus tersebut, yang secara fakta telah berkekuatan hukum tetap (inkracht van gewijsde). Artinya seluruh upaya hukum secara formil sudah berakhir karena Virianto telah dihukum mati mulai dari Pengadilan Negeri, Pengadilan Tinggi, hingga Mahkamah Agung.
“Pembunuhan adalah perbuatan kejam dan melanggar hukum. Tidak ada pembenaran untuk itu. Saya pikir kalau bicara hukum, bukan pada tempatnya bagi kita untuk berargumentasi atau mengajukan pembelaan, karena putusan pengadilan sudah inkracht, maka yang PPHKI lakukan adalah menggugah sisi kemanusiaan dari yang terhormat Bapak Presiden Jokowi, dengan cara mengajukan grasi agar hukuman mati diubah menjadi hukuman penjara, dan puji Tuhan permintaan kami dikabulkan!” tandas pengacara muda yang cerdas ini.
Beberapa temuan yang PPHKI dapatkan dalam kawalan selama tiga tahun tersebut adalah fakta bahwa dalam persidangan yang diadakan di lembaga peradilan di Kalimantan Barat, tidak ada penterjemah isyarat yang seharusnya disedikakan untuk menjelaskan keterangan Virianto. Oleh karena itu, menurut Fredrik tidak bisa diungkap dan ditemukan motif atau alasan sesungguhnya di balik pembunuhan atas lima orang yang masih termasuk keluarga dekatnya. “Sekali lagi, kami tidak membenarkan bahkan memgecam tindakan pembunuhan yang dilakukannya,” tegas Fredrik.
Sebagai Penasihat Hukum, Fredrik bertemu langsung dengan Viriyanto di LP Pontianak untuk menggali apa yang sebenarnya terjadi, dari sisi Viriyanto. Cara komunikasi yang dilakukan Fredrik, memakai bahasa isyarat khusus yang ia pelajari dari pengalaman hidup bersama saudara sepupu, bernama Rudy Kaliele yang tuna rungu dan tuna wicara sama persis dengan Viriyanto.
Perlu diketahui, bahasa isyarat yang digunakan Fredrik, adalah bahasa isyarat yang jauh berbeda dari yang masyarakat umumnya ketahui, contohnya penerjemah bahasa isyarat dalam program berita di TV. Dalam situasi bahasa isyarat dengan Viriyanto, yang digunakan (seperti yang disebutkan secara bebas oleh Fredrik) adalah “bahasa Tarzan”.
Dari percakapan tersebut diketahui, Virianto mengalami perundungan (bullying) yang dilakukan pamannya (korban) selama belasan tahun, dimana perlakuan itu sangat “menyakitkan” dan menimbulkan dendam mendalam. Semua sakit hatinya itu dipendam, dengan pemikiran bahwa di suatu saat nanti, ketika dewasa, dia akan membalas dendam, tanpa kejelasan bagaimana bentuk pembalasan dendam yang bakal dia lakukan. Kira-kira itu yang dapat dimengerti oleh Fredrik dalam komunikasinya secara langsung dengan Virianto pada tahun 2018 di LP Pontianak.
Terdorong dari rasa kemanusiaan, dan fakta persidangan yang dipandang kurang adil bagi Virianto, sekalipun harus menunggu dalam waktu yang cukup lama dan melewati proses yang panjang, PPHKI terus melakukan monitor. Hingga perjuangan itu berbuah manis.
“Kami sangat bersyukur kepada Tuhan dan berterima kasih kepada Presiden Jokowi yang telah mengabulkan grasi yang kami ajukan. Tuhan memberkati yang terhormat Bapak Presiden Joko Widodo, Tuhan memberkati Indonesia,” tutup Fredrik.