Menteri Agama: Ibadah Haji Itu Syaratnya Istitho’ah
Written by rpkfm on 1 November 2017
Setiap muslim tentu mengetahui bahwa ibadah haji termasuk salah satu rukun Islam yang wajib ditunaikan. Namun, kewajiban ini tidak berlaku bagi seluruh muslim karena ada syarat yang mengikat, yaitu Istitho’ah.
Istitha’ah kesehatan jemaah haji mengamanahkan bahwa setiap jemaah haji harus melakukan pemeriksaan dan pembinaan kesehatan pada masa tunggu dan sebelum keberangkatan.
Demikian pernyataan Menteri Kesehatan RI, Nila Farid Moeloek, saat membuka kegiatan Evaluasi Nasional Penyelenggaraan Kesehatan Haji di salah satu auditorium hotel di kawasan Pancoran Jakarta Selatan, Rabu petang (1/11).
“Ini bertujuan agar jemaah haji dapat mencapai kondisi istitho’ah sehingga dapat menjalankan rangkaian ibadah haji sesuai syariat Islam,” tutur Menkes.
Sementara itu, pada kesempatan yang sama, Menteri Agama RI, Lukman Hakim Syaifuddin, dalam sambutannya menyampaikan dukungannya terhadap penguatan sosialisasi mengenai Istitho’ah dalam ibadah haji.
“Dua rukun Islam yang pertama adalah diberlakukan pada semua muslim tanpa kecuali. Sementara tiga rukun islam lainnya merupakan kewajiban yang bersyarat. Begitu juga dengan haji, batasannya adalah Istitha’ah,” terangnya.
Menurutnya, istilah “melaksanakan ibadah haji bila mampu” di masyarakat seringkali diartikan kemampuan sebatas finansial saja (bekal yang cukup). Namun, dewasa ini terdapat perkembangan secara makna bahwa mampu tidak hanya secara materi tetapi juga berbicara kesehatan dan peluang (kesempatan).
“Haji juga merupakan ibadah fisik. Maka dibutuhkan pula kemampuan secara fisik,” tambahnya.
Lebih jauh, di kalangan ulama istitho’ah juga mengalami perkembangan, yang dimaknai dengan kesempatan atau peluang.
“Saya amat sangat bersyukur Kemenkes telah menerbitkan Permenkes tentang Istitha’ah,” ujar Menteri Agama.
Ke depan, Lukman menggarsbawahi dua poin penting dalam konteks Istitho’ah Kesehatan Haji. Pertama, terkait kewenangan/otoritas yang menetapkan seseorang mampu secara medis hanyalah para ahli kesehatan, bukan ahli agama. Kedua, perlu didapatkan data penyakit yang diderita para calon jemaah haji. Ketiga, sosialisasi kepada masyarakat bagaimana menjaga kesehatan agar terhindar dari penyakit berat yang tidak diperbolehkan atau dapat membatalkan keberangkatan seseorang ke tanah suci.