Negara Harus Lindungi Anak Mulai dari Kampung

Written by on 6 January 2018

Tindak kejahatan seksual terhadap anak di Indonesia pada tahun 2017 meningkat secara significant. Peningkatan tersebut tidak lepas dari pengaruh tsunami teknologi yang bukan hanya menembus ruang dan waktu juga menembus usia pengguna. Dari catatan yang ada di awal 2018, tindak kejahatan seksual pada anak pada tahun 2017 mencapai 116 kasus. Paling tidak itulah yang tercatat Komisi Nasional Perlindungan Anak atau Komnas PA. Sedang dalam hal pengaduan kekerasan terhadap anak pada tahun 2017 menunjukan penurunan angkanya, bila dibanding pada tahun sebelumnya yaitu tahun 2016. Pada tahun itu, menurut Aris Merdeka Sirait, Komnas PA mencatat sebanyak 3339 pengaduan, “Di mana 42 persennya didominasi oleh kejahatan seksual,” demikian ungkapnya. Sedangkan pengaduan kekerasan terhadap yang terjadi sepanjang tahun 2017 menyentuh angka 2727 kasus dengan persentasi kejahatan seksualnya meningkat, “mencapai 58 persen,” tambah Sirait.

Dengan data yang dimilikinya tersebut, maka pada tahun 2018 tindak kekerasan seksual terhadap anak akan bertahan atau bahkan meningkat. Sirait mengungkapkan bahwa tsunami teknologi yang bergulir membawa pengaruh besar bagi tindak kriminal pornografi, porno aksi dan pemaksaan mengonsumi obat-obatan terlarang yang akan melibatkan anak. Selain itu dengan penggunaan teknologi pada tahun politik, kecenderungan pemerintah dan masyarakat untuk mengabaikan hak-hak anak akan lebih besar. Karena tahun itu, situasi politik akan dipandang penting oleh penyelenggara pemerintahan atau juga masyarakat. “Isu anak tidak akan menjadi prioritas,” begitu Sirait mempredikis hal yang akan terjadi bagi perlindungan anak di tahun 2018 dan tahun 2019. Dan menurutnya kesempatan itu akan dimanfaatkan oleh bandar dan penyebaran pronografi, porno aksi, serta narkoba untuk menyasar anak sebagai sasaran empuk.

Masyarakat Indonesia dalam menjalani tahun-tahun politik yang menyita kepentingan pro dan kontra orang dewasa, membawa kecenderungan kealpaan masyarakat dan penyelenggara pemerintahan untuk memberikan perhatian dan melakukan tindakan perlindungan bagi anak-anak. Kealpaan semua pihak di tahun politik 2018-2019 akan dimanfaatkan semaksimal mungkin oleh para predator anak, untuk melibatkan anak pada tindak kriminal pornografi, porna aksi, dan penggunaan narkoba. Aura politik selalu memberikan banyak kesempatan para predator-predator anak untuk memanfaatkan kelengahan perhatian pada anak. “Kelengahan pemerintah orang tua partai politik dan sebagainya,” Sirait memaparkan. Gambaran itu mengisyaratkan bahwa kejahatan seksual terhadap anak akan mendominasi tindak kekerasan pada anak pada tahun 2018. “Mungkin saja akan bertahan 58 persen atau bahkan menjadi 60 persen,” ungkapnya memprediksi tindak kejahatan seksual terhadap anak di tahun 2018.

Dengan kondisi ini, seluruh pemerintah sudah seharusnya menyadari untuk memberi perhatian lebih bagi anak-anak terhadap ancaman tersebut. Oleh sebab itu Sirait mengingatkan pemerintah harus menggerakkan partisipasi masyarakat untuk melindungi anak-anak. Komnas PA sesungguhnya selama tiga tahun belakangan ini terus melakukan gerakan yang disebut dengan Gerakan Perlindungan Anak Sekampung. Gerakan tersebut sebenarnya telah dilakukan di kabupaten dan kota, sekali pun belum menyeluruh. Gerakan Perlindungan Anak Sekampung ini mengandung arti bahwa perlindungan anak itu pertama-tama harus dilakukan di kampung-kampung, dan dilakukan oleh semua masyarakat di suatu kampung. “Bukan orang per orang, bukan orang tua saja,” demikian Sirait menekankan. Sirait juga mengingatkan para orang tua, lebih sering mengeksploitasi anak-anak untuk kepentingan hura-hura politik. Misalnya membawa atau membiarkan anaknya ke tengah-tengah arak-arakan kampanye politik.

Dan bila penerapan Gerakan Perlindungan Anak Sekampung bisa dilakukan, maka masyarakat kampung akan dengan sendirinya mengingatkan atau memperingatkan orang tua yang dengan sengaja membiarkan atau bahkan membawa anaknya untuk hadir ke tengah-tengah arak-arakan kampanye politik. Dan itulah yang seharusnya sesegera mungkin dilakukan pemerintah dalam mengimplementasikan niatnya untuk benar-benar melakukan perlindungan terhadap anak, terutama dari eksploitasi orang-orang dewasa. Pengalaman tahun 2013 dan 2014, serta pemilu serentak kabupaten/kota menunjukan fakta tingginya eksploitasi anak oleh orang dewasa, baik dari dalam rumah lingkungan tetangga, lingkungan pendidikan hingga lingkungan masyarakat luas. “Kewajiban moral orang dewasa tidak boleh lupa untuk memberikan yang terbaik bagi anak-anak,” begitu Sirait mengingatkan.

Pemberian perlindungan oleh orang dewasa kepada anak-nak harusnya terus berlangsung, tanpa harus melihat tahun politik atau bukan tahun politik. Seorang anak di mana pun ia berada dan asal dari keturunan siapa pun anak tersebut, sangat membutuhkan perlindungan dari orang dewasa yang ada di sekitarnya. “Karena anak ‘kan selalu dalam posisi yang sangat lemah,” tambah Sirait mengingatkan. Oleh sebab itu, masih kata Sirait, wajib hukumannya sebuah negara atau orang dewasa untuk memberikan perlindungan bagi anak-anak. Karena perlindungan anak di muka bumi adalah prioritas utama. “Dalam situasi negara kacau balau pun anak harus terlindungi lebih dulu,” begitu Sirait mengingatkan. Itulah sebabnya, dengan situasi yang hanya tahun politik, tidak ada alasan bagi negara, masyarakat dan juga tokoh politik, tidak ada satu alasan apa pun untuk tidak memberikan perlindungan keselamatan bagi anak-anak.

Gerakan Perlindungan anak Sekampung gagasan Komnas PA diterapkan dengan cara yang kreatif dan membumi. Dengan menggunakan istilah-istlah kedaerahan, Gerakan Perlindungan Anak Sekampung itu menginfiltrasi dengan berbagai aturan ada yang berlaku pada daerah-daerah yang ada. Dan istikah-istilah yang digunakan pun bukan istilah asing bagi masyarakat setempat. Misalnya di provinsi Sumatera Utara menggunakan istilah Gerakan Perlindungan Anak Tahuta. Demikian halnya juga di provinsi Sumatera Barat yang menggunakan istilah Gerakan Perlindungan Anak Senagari. Atau Gerakan Perlindungan Anak Sebanjar. Gerakan Perlindungan Anak Sekampung ini sama sekali tidak menabrak aturan adat yang dimiliki Indonesia, bahkan justeru ikut membangun kembali sistem kekerabatan sosial yang dimiliki masyarakat adat sejak nenek moyang di setiap daerah.


Reader's opinions

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *


RPK FM

Education & Infotainment Station

Current track
TITLE
ARTIST

Positive SSL