Perempuan di Indonesia: Sudah Jatuh, Tertimpa Tangga Pula…
Written by rpkfm on 9 March 2018
Masih ingat dengan peribahasa yang mengatakan, sudah jatuh tertimpa tangga pula? Ya, peribahasa itu berbicara soal kemalangan yang didapat oleh seseorang, terkena masalah rangkap. Peribahasa itu pula yang sepertinya masih disematkan pada kondisi perempuan di Indonesia.
Setiap tanggal 8 Maret diperingati sebagai Hari Perempuan Sedunia. Selain untuk merayakan keberhasilan perempuan dalam bidang sosial, ekonomi, politik maupun budaya, tujuan utama peringatan itu adalah untuk meningkatkan kepedulian atau awareness dan menjunjung hak-hak perempuan di masyarakat.
Komisioner Komisi Nasional (Komnas) Perempuan Magdalena Sitorus mengatakan bahwa isu yang lebih sering terjadi di masyarakat adalah kekerasan dan pelecehan seksual pada perempuan.
“Dalam kasus-kasus kekerasan yang terjadi, perempuan masih selalu disalahkan,” ungkap Magdalena Sitorus dalam program Obrolan Sehat dan Berisi (Obsesi) RPKFM, (8/3).
Hal tersebut, menurut Magdalena, disebabkan cara pandang masyarakat Indonesia yang masih memandang superiotas laki-laki daripada perempuan. Apalagi bila kasus kekerasan terjadi di ranah privat atau rumah tangga. Perempuan masih sering menjadi korban kekerasan, sekaligus dipersalahkan, lalu cenderung menutupi kasus tersebut karena khawatir dipandang negatif oleh masyarakat. Hal tersebut sering terjadi pada kasus-kasus perkosaan atau pelecehan seksual.
Namun hingga kini, Magdalena Sitorus optimistis mengingat semakin tinggi tingkat kesadaran masyarakat untuk melaporkan kasus kekerasan pada perempuan.
“Terjadi beberapa peningkatan angka aduan kasus dari tahun-tahun sebelumnya. Pada dasarnya semakin banyak kasus yang tercatat maka semakin sadar masyarakat, terutama perempuan,” ujar Magdalena.
“Setiap tahun, Komnas Perempuan mengeluarkan catatan tahunan tentang data kekerasan terhadap perempuan. Mekanisme pengumpulan data dengan mengirimkan formulir ke seluruh lembaga mitra pengada layanan yg tersebar di 34 provinsi. Namun dari 751 lembar formulir yang disebar, tingkat respon pengembaliannya hanya 32%, sekitar 237 formulir,” papar pegiat perempuan tersebut.
Sepanjang tahun 2017, sebanyak 348.446 kasus kekerasan terhadap perempuan yang dilaporkan/ditangani. 335.062 kasus yang ditangani oleh pengadilan agama, 13.384 kasus yang ditangani oleh 237 lembaga mitra pengada layanan. Kasus kekerasan terhadap perempuan ini terjadi pada ranah privat, baik antara suami-istri, bapak-anak atau paman-keponakan.
Selain kasus kekerasan pada perempuan, kasus lain yang menimpa dan menempatkan perempuan pada posisi subordinat, antara lain konflik SARA, perdagangan orang, dan diskriminasi di tempat kerja seperti kurangnya pemenuhan hak perempuan (cuti haid dan cuti hamil yang kurang memadai, hingga masalah upah yang tak setara).
Terakhir, Magdalena Sitorus berharap agar pemerintah dapat mengambil peran seperti menyediakan mekanisme pengaduan yang cepat, dan tidak membiarkan korban dalam posisi yang serba salah. Persoalan yang dijunjung pada Hari Perempuan Sedunia adalah persoalan kemanusiaan, persoalan bersama sehingga harus dijunjung bersama. (Nadya Joan)