Tahun 2019, Status Gizi Indonesia Membaik…
Written by rpkfm on 31 January 2019
Masalah gizi di Indonesia terutama di beberapa wilayah di bagian Timur seperti Nusa Tenggara Timur (NTT) dan Papua Barat, dinilai masih tinggi. Namun, secara nasional, status gizi di Indonesia mengalami perbaikan yang signifikan. Sebagai contoh provinsi NTT penurunan prevalensi stunting sebanyak 9.1%, hampir 2 % pertahun penurunan, hal ini menunjukkan upaya multisektor, baik di tingkat pusat dan daerah. Penderita gizi buruk tentu tidak terlepas dari pantauan tenaga kesehatan, dimana pun kasusnya tenaga kesehatan dibentuk untuk selalu siaga membantu perbaikan gizi penderita.
Perbaikan status gizi nasional dapat dilihat berdasarkan Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) 2018. Pada prevalensi Gizi Kurang (Underweigth) perbaikan itu terjadi berturut-turut dari tahun 2013 sebesar 19,6% naik menjadi 17,7% di 2018. Prevalensi stunting dari 37,2% turun menjadi 30,8%, dan prevalensi kurus (wasting) dari 12,1% turun menjadi 10,2%.
Dalam perhitungan data kasus gizi buruk harus diambil dari indeks berat badan menurut tinggi badan (BBTB) atau yang disebut sangat kurus sesuai standar Organisasi Kesehatan Dunia/WHO yang disertai dengan gejala klinis, jelas Dirjen Kesehatan Masyarakat Kirana Pritasari, di Jakarta (30/1).
Ia menegaskan, intervensi terhadap masalah gizi terutama di wilayah Indonesia bagian Timur sudah ditangani atau diintervensi oleh tenaga gizi di Puskesmas. Hasil Riset Tenaga Kesehatan (Risnakes) tahun 2017, Tenaga Gizi di seluruh Indonesia sudah memenuhi 73,1% Puskesmas.
Kirana menjelaskan, untuk 26,1% Puskesmas yang belum memiliki Tenaga Gizi utamanya di daerah terpencil dan sangat terpencil, Kementerian Kesehatan memiliki program Nusantara Sehat. Nusantara Sehat terdiri dari tenaga tenaga kesehatan seperti dokter, dokter gigi, tenaga gizi, perawat, bidan, tenaga farmasi, sanitarian, analis kesehatan dan tenaga kesehatan masyarakat yang dilatih untuk ditempatkan di Puskesmas selama 2 tahun.
Bentuk intervensi untuk pemulihan gizi buruk, yakni dengan pemberian makanan tambahan. Kementerian Kesehatan sudah mendistribusikan makanan tambahan berupa Biskuit dengan kandungan kaya zat gizi ke seluruh Puskesmas di Indonesia termasuk wilayah Timur.
Selain itu, dilakukan juga kegiatan surveilans gizi yang dimulai dari masyarakat di Posyandu, Puskesmas, dan Dinas Kesehatan. Pengumpulan data individu yang teratur akan bisa mendeteksi secara dini masalah gizi yang dihadapi, sehingga analisis dan intervensi yang dilakukan akan tepat sasaran dan tepat waktu.
Upaya lain dalam mencegahan masalah gizi adalah dengan perubahan perilaku masyarakat. Komitmen pemerintah baik pusat maupun daerah sudah tertuang dalam regulasi yang dikeluarkan oleh pemerinta pusat dan Pemerintah Daerah. Di wilayah Indonesia Timur sudah ada 10 Kabupaten yang menerbitkan regulasi Komunikasi Perubahan Perilaku dalam rangka pencegahan stunting dan masalah gizi lainnya.