BPN: Bila Terpilih, Prabowo-Sandi akan Ratifikasi FCTC
Written by rpkfm on 31 March 2019
Apabila Prabowo Subianto dan Sandiaga Uno terpilih menjadi Presiden dan Wakil Presiden mendatang, mereka berjanji akan mengaksesi atau ratifikasi FCTC. FCTC adalah Framework Convention on Tobacco Control/Kerangka Kerja Pengendalian Tembakau dari Organisasi Kesehatan Dunia WHO. Menurut dr. Harun Albar, Sp.A, M.Kes dari Satuan Tugas Kesehatan Badan Pemenangan Nasional Prabowo-Sandi, ratifikasi FCTC merupakan satu hal yang mesti tegas diputuskan demi pengendalian tembakau di Indonesia.
“Kalau tidak percaya (FCTC diratifikasi atau tidak), pilih Prabowo Sandi!”ujar dr. Harun Albar, Bogor (30/03)
Walau dia mengaku bahwa Prabowo belum mengatakan hal tersebut, namun Ketua Dokter Millenial Indonesia itu yakin FCTC akan diratifikasi Pasangan Calon Nomor 2 itu. Keyakinan itu mengacu pada kisah pengalaman Prabowo saat masih menjadi tentara. Kala itu Prabowo ditawarkan rokok, tapi dia menolak dan malah memilih coklat sebagai gantinya.
“Karena itu, salah satu kampanye kami adalah ‘cokelat dan permen sebagai pengganti rokok’,” pungkas dr. Harun Albar.
Sementara itu, Tim Kampanye Nasional (TKN) Jokowi-Mar’uf tidak berani berjanji untuk meratifikasi FCTC. Mengacu sikap Jokowi terhadap aksesi FCTC bahwa dia tak mau hanya mengikuti tren internasional untuk pengendalian rokok. Sebelumnya Presiden Jokowi mengatakan bahwa keputusan mengaksesi FCTC harus didasarkan pada pertimbangan yang matang dan komprehensif, demi kepentingan nasional.
Sebagai contoh, menurut Anggota TKN Prof. dr. Hasbullah Thabrany, MPH, Dr.PH, Indonesia masih sudah mengendalikan iklan rokok di media massa misalnya. Pasalnya, pelarangan iklan dan promosi rokok di media massa termasuk dalam komitmen yang wajib dilakukan bila FCTC diratifikasi.
“Diperlukan orang gila untuk bilang iklan rokok tidak boleh. Susahnya lagi, teman-teman jurnalis/media massa banyak yang didukung rokok (mendapat iklan rokok-red), karena memang media menjadi hidup dari rokok,” pungkas Prof. dr. Hasbullah Thabrany.
Terkait dengan iklan rokok di media massa, dr. Harun Albar, Sp.A, M.Kes. dari BPN Prabowo-Sandi mengatakan hal tersebut adalah semua kemungkinan.
Tembakau adalah masalah global. Hampir 5 juta orang meninggal setiap tahun karena penyakit yang berhubungan dengan konsumsi tembakau. Jika kecenderungan ini menetap, diperkirakan 10 juta orang meninggal pada tahun 2030 dimana 70%nya terjadi di negara berkembang.
Setiap orang berhak mendapatkan derajat kesehatan setinggi-tingginya. Untuk melindungi generasi masa kini dan masa mendatang dari dampak konsumsi tembakau dan paparan asap rokok terhadap kesehatan, sosial, lingkungan dan ekonomi, Badan Kesehatan Dunia (WHO) mengeluarkan Framework Convention on Tobacco Control (FCTC) atau Konvensi Kerangka Kerja Pengendalian Tembakau sebagai perjanjian internasional. Upaya perlindungan kesehatan bagi masyarakat dunia ini terlihat pada bagian pembuka FCTC, yaitu “Negara para pihak dari Konvensi ini, memutuskan untuk memberikan prioritas pada hak mereka untuk melindungi kesehatan”
FCTC merupakan suatu produk hukum internasional yang bersifat mengikat (internationally legally binding instrument) bagi negara-negara yang meratifikasinya. FCTC menjadi instrumen hukum internasional sejak tanggal 27 Februari 2005. Salah satu hal yang diatur dalam FCTC adalah pelarangan total iklan rokok di media massa dan media luar ruang.
Penyusunan FCTC adalah untuk mengatasi globalisasi epidemi tembakau. Penyebaran epidemi tersebut dipengaruhi oleh berbagai faktor lintas negara termasuk liberalisasi perdagangan dan investasi asing. Faktor lain seperti pemasaran global, pengiklanan lintas negara dan penyelundupan rokok illegal ikut berkontribusi terhadap peningkatan konsumsi tembakau (rokok).
Hingga Juli 2013, sebanyak 117 negara telah meratifikasi FCTC dan 9 negara telah menandatangani FCTC namun belum ikut meratifikasinya. Sementara hanya 8 negara anggota WHO yang belum meratifikasi dan tidak menandatangi FCTC, termasuk Indonesia.