Hati-Hati Ceplas Ceplos di Media Sosial
Written by Sarah Naomi on 27 August 2020
Pemain drum Superman is Dead (SID), I Gede Ari Astina atau Jerinx, telah resmi ditetapkan sebagai tersangka oleh Polda Bali atas laporan Ikatan Dokter Indonesia (IDI) Bali karena diduga melanggar Pasal 28 Ayat (2) UU ITE dan Pasal 27 Ayat (3) UU ITE mengenai ujaran kebencian dan pencemaran nama baik. Laporan itu terkait unggahan Jerinx dalam Instagram pribadinya, @jrx_sid, yang tertulis kalimat, “gara-gara bangga jadi kacung WHO, IDI dan Rumah sakit dengan seenaknya mewajibkan semua orang yang akan melahirkan tes Covid-19”. Kini, Jerinx terancam hukuman enam tahun penjara dan denda Rp 1 miliar.
Sebenarnya apa itu hate speech dan apa hukuman yang bisa menjerat pelaku?
Dilansir dari Wikipedia, ujaran kebencian atau yang lebih dikenal dengan hate speech adalah tindakan komunikasi yang dilakukan oleh suatu individu atau kelompok dalam bentuk provokasi, hasutan, ataupun hinaan kepada individu atau kelompok yang lain dalam hal berbagai aspek seperti ras, warna kulit, etnis, gender, kaum difabel, orientasi seksual, kewarganegaraan, agama, suku, aliran keagamaan, kepercayaan, antar golongan dan lain-lain.
Akibat kasus hate speech yang banyak terjadi di Indonesia, Kapolri pun akhirnya mengkaji hal ini serta menentukan penanganan yang akan dilakukan terhadap kasus-kasus hate speech. Surat Edaran (SE) Kapolri Nomor SE/06/X/2015 yang diteken oleh Jenderal Badrodin Haiti pada 8 Oktober 2015 ini mengupas tentang hate speech. Dalam surat edaran tersebut, disebutkan bahwa persoalan ujaran kebencian semakin mendapatkan perhatian masyarakat baik nasional atau internasional seiring meningkatnya kepedulian terhadap perlindungan hak asasi manusia (HAM).
Di dalam SE tersebut juga dijelaskan bahwa hate speech dapat berupa tindak pidana yang diatur dalam Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP), yaitu penghinaan, pencemaran nama baik, penistaan, perbuatan tidak menyenangkan, memprovokasi, menghasut dan menyebarkan berita bohong. Semua tindakan ini memiliki tujuan atau bisa berdampak pada tindak diskriminasi, kekerasan, penghilangan nyawa, dan/atau konflik sosial.
Hate speech bisa dilakukan melalui berbagai media, di antaranya orasi kegiatan kampanye,spanduk atau banner, jejaring media sosial, penyampaian pendapat di muka umum (demonstrasi), ceramah keagamaan, media massa cetak atau elektronik serta pamflet.
Jika seseorang menyatakan permusuhan di depan umum, terancam hukuman 4 tahun penjara (Pasal 156 KUHP). Cacian yang disebarkan lewat tulisan, ancaman penjaranya paling lama 2,5 tahun (Pasal 157 KUHP). Sedangkan pencemaran nama baik, penjara paling lama 9 bulan (Pasal 310 KUHP).
Bagi penyebar fitnah, bisa dihukum penjara 4 tahun (Pasal 311 KUHP), dan pencabutan hak-hak berdasarkan pasal 35 KUHP nomer 1-3. Adapun penyebaran berita bohong, dapat dipenjara maksimal 6 tahun dan/atau denda paling banyak Rp1 miliar (Pasal 28, Pasal 45 ayat (2) UU ITE No 11/2008) seperti yang terjadi pada kasus Jerinx.
Jika dengan sengaja menunjukkan kebencian atau rasa benci kepada orang lain berdasarkan diskriminasi ras dan etnis, ancaman hukumannya adalah penjara maksimal 5 tahun dan/atau denda paling banyak Rp500 juta (Pasal 16 UU No 40/2008 tentang Penghapusan Diskriminasi Ras dan Etnis).