Gaya Hidup Minimalis Anti Ribet, Bikin Hidup Lebih Happy
Written by Sarah Naomi on 1 September 2020
Gaya hidup minimalis menjadi topik pembicaraan sangat populer beberapa tahun terakhir dimana gerakan hidup baru ini mendorong publik untuk mengurangi ikatan mereka dengan harta duniawi. Bersama dengan Nana Padmosaputro, Co-Founder Lingkar Inspirasi Keluarga Edukatif (LIKE) Indonesia, RPK FM dalam program Obsesi membahas mengenai hal ini.
Nana menyampaikan bahwa hidup minimalis bukan berarti tidak memiliki apa-apa. Gaya hidup ini tidak hanya tentang barang tetapi juga aktivitas kita. Misalnya jika kita memiliki rumah sederhana maka aktivitas di dalam rumah pun akan berkurang atau jika pakaian yang kita miliki sedikit maka bisa mengurangi waktu untuk memilah-milah saat akan bepergian. Selain lingkungan menjadi lebih tentram, kita juga akan mudah menyaring omongan yang tidak baik dari orang lain. Namun ternyata, gaya hidup minimalis sulit dilakukan jika berurusan dengan ego.
Lalu, mengapa kita perlu hidup minimalis? “Gaya hidup minimalis menyangkut kualitas hidup manusia. Kalau kualitas hidup manusia meningkat maka akan ada kepuasan hidup. Jika kepuasan hidup tinggi, akan timbul kebahagiaan”,sambung Nana.
Apabila kita memutuskan untuk hidup minimalis, yang pertama harus dilakukan adalah menginventaris barang-barang yang kita miliki. Misalnya, kita bayangkan terlebih dahulu pakaian apa yang dibutuhkan dalam seminggu, kemudian mulai menyortir pakaian di lemari. Pakaian yang sudah beberapa tahun tidak terpakai atau tidak sedang kita butuhkan, bisa diberikan kepada orang yang lebih membutuhkan atau dijual kembali. Kemudian setelah hidup kita sudah minimalis, gaya hidup akan lebih simpel. Artinya kita tidak akan kebanyakan pikiran, jadi punya lebih banyak waktu untuk melakukan hal lain bahkan bisa mendatangkan uang tambahan.
Terkait dengan dunia parenting, gaya hidup minimalis juga akan berdampak bagi anak-anak. Dari orang tua yang maju akan lahir anak yang bermutu. Anak-anak akan mengadopsi cara berpikir orang tua dan tentunya akan baik untuk masa depan mereka. Orang tua yang produktif dan fokus hanya memikirkan hal-hal penting, maka anak akan tumbuh seperti orang tuanya. “Hidup minimalis bukan berarti tidak berpikir lebih jauh ke depan, tapi justru menghilangkan masalah sebanyak mungkin. Misalnya orang tua bertanya pada anak ingin jurusan apa atau sekolah dimana nanti, maka kita tidak akan membuang banyak uang untuk ikut segala macam les”,ujar Nana.
Hidup minimalis juga bukan berarti semua barang harus dibuang, tapi lebih kepada memilih mana yang masih diperlukan. Jika biasanya setiap akhir pekan kita membereskan barang, dengan gaya hidup minimalis itu tidak akan terjadi dan kita bisa menghabiskan waktu lebih banyak dengan keluarga. Namun kita harus hati-hati jika memiliki barang kesayangan. Hal ini bisa membentuk sebuah obsesi yang berakibat akan sulit melepas hal lain. Dan apabila tidak diatasi, akan berdampak pada kesehatan psikis.
“Kalau sekarang adalah momentum untuk mengubah gaya hidup menjadi minimalis, kenapa tidak dilakukan? Karna dampaknya baik untuk diri dan keluarga”, ujar Nana menutup pembicaraan.