Menkopolhukam Sebut Banyak Hoax Terkait UU Cipta Kerja
Written by Sarah Naomi on 9 October 2020
Demonstrasi penolakan Undang-Undang Cipta Kerja yang disahkan oleh DPR pada 5 Oktober 2020, berakhir ricuh dan diwarnai aksi perusakan sejumlah fasilitas publik di beberapa daerah, termasuk di Jakarta. Menanggapi situasi ini, pemerintah melalui Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan (Menko Polhukam), Mahfud MD, menggelar konferensi pers di kantornya pada Kamis (8/10/2020).
Mahfud menyampaikan bahwa UU Cipta Kerja dibuat untuk merespon keluhan masyarakat yang menyatakan pemerintah lamban dalam menangani proses perijinan berusaha, peraturan yang tumpang tindih dan sebagainya. Ia membantah pemerintah membuat aturan yang sengaja menyengsarakan rakyatnya. “Oleh sebab itu, lalu dibuat undang-undang yang sudah dibahas lama di DPR. Itu semua sudah didengar, semua fraksi ikut bicara. Kemudian pemerintah sudah bicara dengan semua serikat buruh berkali-kali di kantor ini, kantor Menko Polhukam, dan di kantor Menteri Perekonomian, kemudian pernah di kantor Menteri Tenaga Kerja. Jadi sudah bicara sebenarnya dan sudah mengakomodasi, meskipun tidak 100 persen dari hasil diskusi itu ditemukan jalan tengah akomodasi,” ujarnya.
Isi dari UU Cipta Kerja, terang Mahfud, ditujukan untuk mempermudah perijinan bagi siapapun yang mau berusaha baik di dalam negeri maupun luar negeri agar tidak birokratis dan tumpang tindih serta menyediakan peluang untuk menampung tenaga kerja. “Angkatan kerja setiap tahun 3,5 juta dengan 82 persen tingkat pendidikannya di bawah SMP sehingga tidak adaptif, sebenarnya belum siap untuk bekerja di bawah IP. Mereka ini pekerja-pekerja yang ijazahnya hanya SMP/SMK ke bawah. Jadi tidak bisa bekerja di padat modal, di padat karya yang sebagian besar. Jadi, ini yang penting, undang-undang ini bukan hanya untuk buruh yang sekarang banyak berdemo. Ini justru lebih untuk mereka yang belum bisa menjadi buruh, untuk angkatan kerja yang akan datang makin banyak. Sedangkan hak-hak buruhnya sendiri berdasarkan undang-undang lama secara umum sama sekali tidak diganggu. Kemudian tentu untuk memberantas korupsi di birokrasi mengaloi pengurusan yang bertele-tele, sekarang disederhanakan agar tidak ada korupsi, tidak ada pungli dan sebagainya,” tegas Mahfud.
Didampingi menteri dan pejabat keamanan terkait, Mahfud menyebut banyak kabar bohong atau hoax/hoaks mengenai UU Cipta Kerja. Ia memaparkan beberapa hoaks yang beredar dan menyebut kabar-kabar itu tidak benar. “Yang sekarang ramai karna banyak hoaks. Misalnya di undang-undang ini tidak ada pesangon bagi orang yang PHK, itu tidak benar, pesangon justru ada. Dibilang tidak ada cuti, cuti haid, cuti hamil dan sebagainya, di sini ada di undang-undang ini. Dibilang mempermudah PHK, itu tidak benar juga, karena justru sekarang PHK itu harus dibayar kalau belum putus di pengadilan. Oleh sebab itu, di undang-undang ini ada jaminan kehilangan pekerjaan, ini dibilang tidak ada, hoaks yang banyak,” imbuhnya.
Selain itu, Mahfud menyebutkan ada juga hoaks mengenai isu pendidikan dalam undang-undang itu dan hal tersebut tidak benar. “Bahkan ada yang mengatakan pendidikan dikomersilkan. Ketahuilah bahwa 4 undang-undang pendidikan, 4 undang-undang di bidang pendidikan sudah dicabut dari undang-undang ini karena aspirasi. Sesudah diskusi-diskusi, tolong pak itu dikeluarkan, sudah kita keluarkan, nggak ada di situ ngatur soal dunia pendidikan, apalagi mengkomersilkan. Di situ dunia pendidikan hanya diatur di dalam pasal 65 yang justru mempermudah, bahwa pendidikan itu lembaga nirlaba, bukan lembaga usaha, bukan lembaga komersil, ini ditegaskan justru di undang-undang ini, malah dibalik di dalam berita-berita yang hoaks itu,” ucapnya lebih lanjut.