Mengenal Critical Eleven, Menit Paling Krusial Rawan Kecelakaan Pesawat
Written by Sarah Naomi on 11 January 2021
JAKARTA, RPK FM – Musibah kecelakaan pesawat kembali terjadi di tahun 2021. Pesawat Sriwijaya Air dengan nomor penerbangan SJ 182 dilaporkan jatuh di perairan Kepulauan Seribu, tepatnya di sekitar Pulau Laki dan Pulau Lancang pada Sabtu (9/1/2021). Pesawat yang bertolak dari Jakarta menuju Pontinak itu lepas landas di Bandara Soekarno-Hatta, Cengkareng pada pukul 14.36 WIB. Selang 4 menit mengudara, pesawat itu dilaporkan terbang ke arah Barat Laut dan beberapa detik kemudian hilang dari radar ATC. Hingga kini, tim gabungan TNI AL, Basarnas, dan KNKT masih melakukan evakuasi dan penyelidikan jatuhnya pesawat itu.
Dalam dunia penerbangan, terdapat istilah Critical Eleven atau sering juga disebut Plus Three Minus Eight. Istilah tersebut merujuk pada 11 menit krusial yang menentukan keberhasilan penerbangan. Ini karena pilot yang bertugas harus melakukan komunikasi secara intensif dengan Air Traffic Controller (ATC) untuk mengendalikan pesawat sesuai dengan standar operasi yang berlaku. Namun, sebelas menit kritis inilah kecelakaan pesawat paling sering terjadi.
Melansir dari flightsafety.org, critical eleven terdiri dari tiga menit setelah pesawat take-off atau lepas landas dan delapan menit sebelum landing atau mendarat. Dalam waktu 3 menit pertama, pilot akan menstabilkan posisi dan mengontrol kecepatan pesawat. Pilot akan menaikkan pesawat hingga ketinggian yang dianggap aman, beberapa ribu kaki pertama. Sedangkan pada 8 menit sebelum mendarat, pilot akan mengurangi kecepatan dan menyesuaikan pesawat dengan landasan pendaratan.
Sebab itulah selama rentang waktu critical eleven awak kabin dilarang untuk berkomunikasi dengan pilot dan kopilot di kokpit. Aturan ini berlaku selamanya kecuali dalam keadaan darurat yang menyangkut keamanan penerbangan dan keselamatan penumpang. Selain itu, segala aktivitas di pesawat juga dihentikan. Seluruh penumpang diminta untuk tetap berada di kursi masing-masing. Pramugari akan meminta seluruh penumpang untuk mengenakan sabuk pengamanan, mematikan ponsel, menegakkan sandaran kursi, melipat meja, dan membuka penutup jendela. Aturan tersebut diberikan untuk mempermudah proses evakuasi jika terjadi situasi darurat.
Kala kondisi darurat, kursi yang menjorok ke belakang dapat menyulitkan penumpang lain yang duduk di belakang untuk keluar menyelamatkan diri. Di sisi lain, meja yang terbuka juga dapat memperlambat upaya penyelamatan diri dan dapat membuat penumpang cedera karena terbentur saat terjadi guncangan keras. Mematikan telepon seluler berguna untuk membantu pilot dalam berkomunikasi dengan petugas ATC karena frekuensi sinyal telepon dapat mengganggu komunikasi pilot.
Dalam kondisi darurat ini, pesawat akan melakukan pendaratan darurat. Penumpang hanya punya waktu 90 detik atau 1,5 menit untuk menyelamatkan diri Pasalnya kalau tidak segera keluar pesawat, penumpang akan kekurangan oksigen, tenggelam saat water landing, atau bahkan meninggal akibat terlalu banyak menghirup asap (smoke inhalation). Oleh sebab itu, sebelum terbang, pramugari juga memberikan demonstrasi tentang cara penggunaan masker oksigen dan pelampung. Ini merupakan pertolongan pertama yang dapat penumpang lakukan di kondisi darurat.
Lalu, dalam momen critical eleven ini, apa yang sebaiknya dilakukan penumpang? Dilansir dari Fox Nomad, pakar penerbangan Amerika David Palmerton mengatakan bahwa penumpang harus terjaga dalam sebelas menit ini, meskipun sedang mengantuk. Penumpang dilarang melakukan apapun, termasuk membaca buku. Apabila mulai terjadi sesuatu, lupakan barang bawaan. Banyak korban kecelakaan tidak selamat akibat mencoba menyelamatkan barang bawaan bersama mereka. Penumpang juga disarankan untuk mengingat-ingat jarak kursi dengan pintu keluar yang paling dekat. Hal ini untuk mengantisipasi jika pesawat mengalami kecelakaan dan harus keluar secepatnya dalam keadaan gelap.