Kemenkes: Rokok Elektrik Rugikan Kesehatan
Written by Daniel Tanamal on 16 January 2020
Penggunaan rokok elektrik atau vape oleh masyarakat yang cenderung meningkat selama setahun belakangan ini membuat kekhawatiran pemerintah terus bertambah akan meningkatnya resiko penyakit yang diakibatkannya. Banyak masyarakat saat ini lebih mempercayai pernyataan dari produsen yang menyebut rokok elektrik lebih ‘aman’. Faktanya rokok elektrik sama saja merugikan kesehatan.
Hal ini dikatakan Staf Khusus Menteri Kesehatan bidang Pembangunan dan Pembiayaan Kesehatan Brigjen TNI dr Alexander K Ginting S SpP, FCCP dalam temu media mengenai bahaya rokok elektrik. “Dalam dua tahun ini ada peningkatan konsumsi rokok elektrik, terutama di kalangan muda. Apapun rokok yang dibakar dan dipanaskan tentu sangat berbahaya, karena dapat mengganggu respirasi dalam tubuh,” ujarnya di Kantor Kementerian Kesehatan, Jl HR Rasuna Said, Jakarta Selatan, Rabu (15/1/2020).
Alex menambahkan bahwa biaya kesehatan yang akan dikeluarkan akan jauh lebih tinggi ketimbang cukai yang pemerintah terima, belum lagi berbagai kerugian lainnya yang akan dialami oleh masyarakat. “Kerugian yang terjadi tentang penurunan fungsi paru, jantung dan mengakibatkan penyakit degeneratif lainnya itu pastinya jauh lebih merugikan,” jelasnya.
Hal senada diungkapkan Ketua Umum Perhimpunan Dokter Paru Indonesia (PDPI) dr Agus Dwi Susanto, SpP(K) yang menjelaskan ada beberapa alasan vape tidak boleh dikatakan lebih ‘aman’ rokok konvensional. Pertama adalah keduanya sama-sama mengandung nikotin. Nikotin memiliki dampak adiksi sehingga membuat seseorang sulit berhenti mengonsumsinya.
“Jika masuk di pembuluh darah akan berhunungan dengan kardiovaskular. Ada karsinogen yang menginduksi kanker paru. Rokok konvensional memang tidak menimbulkan kanker paru dalam sehari, butuh kurang lebih 15 tahun. Tentunya tidak berbeda dengan rokok elektrik. Semakin lama dan semakin dini mengonsumsi akan mempercepat kanker,” jelas dr Agus.
Sementara itu Sekertaris Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI), dr Mayung Sambo, SpA(K). menyampaikan terutama untuk anak, bahwa semakin dini anak terpapar rokok elektrik, kerusakan otak semakin jelas. Sehingga apabila nikotin sudah menempel di sel saraf, untuk menghilangkan efeknya akan susah.
“Bayangkan apabila yang terpajan adalah ibu hamil. Dari trimester pertama, sel saraf dan otak janin terbentuk. Pajanan nikotin pada ibu hamil yang kena ke janin erat sekali kaitannya dengan kerusakan memori, depresi, dan kemunduran sel saraf baik segera atau kemudian hari pada anak,” pungkasnya.
Laporan Southeast Asia Tobacco Control Alliance (SEATCA) berjudul The Tobacco Control Atlas, Asean Region menunjukkan Indonesia merupakan negara dengan jumlah perokok terbanyak di Asean, yakni 65,19 juta orang. Angka tersebut setara 34% dari total penduduk Indonesia pada 2016.
Sekitar 79,8% dari perokok membeli rokoknya di kios, warung, atau minimarket. Adapun 17,6% membeli rokok dari supermarket. Di Indonesia terdapat 2,5 juta gerai yang menjadi pengecer rokok. Angka ini belum memperhitungkan kios penjual rokok di pinggir-pinggir jalan.